Kisah 'Jongos dan Babu' Masa Penjajahan Belanda, Manusia Rendah Menjadi Pesuruh Hingga Pelampiasan Nafsu

Kisah 'Jongos dan Babu' Masa Penjajahan Belanda, Manusia Rendah Menjadi Pesuruh Hingga Pelampiasan Nafsu

Kisah 'Jongos dan Babu' Masa Penjajahan Belanda, Manusia Rendah Menjadi Pesuruh Hingga Pemuas Nafsu--

''Disamping itu, ada empat penari ronggeng, dua pemain gambang, dan 2 penari topeng. Bahkan orang China juga melatih budak mereka untuk menjadi artis dalam rombongan sandiwara China yang berkembang pesat pada masa itu. Biasanya budak-budak yang pandai menari, dan menyanyi dihargai tinggi,'' kata Djoko Soekiman.

BACA JUGA:Alasan Warga Indonesia Tidak Bisa Bahasa Penjajah Belanda, Beda dengan Malaysia dan Singapura

BACA JUGA:Jugun Lanfu, Wanita Pribumi, Korea Hingga Perempuan Belanda Menjadi Pelampiasan Tentara Jepang

Mayor Jantje juga memiliki budak untuk mengurus kandang kuda. Jumlahnya 24 orang. Di samping itu, Mayor Jantje juga mempekerjakan banyak budah untuk mengurus kebun. 

Ada 5 orang di taman melati, sembilan di kebun sayur, serta delapan tukang potong rumput.

Lainnya, ada pengawas selokan, pengawas sarang burung walet, pengangkut pedati, serta 117 babu di dalam rumah. Pekerjaan mereka adalah mencuci, menyapu, mengepel, memasak, atau menjadi pengasuh anak.

Melansir dari tirto.id, Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta (2016) mencatat seorang anggota Dewan Hindia bernama Reinier de Klerk bahkan pernah kumpul kebo dengan seorang budak. 

Begitu juga Leendert Miero si Yahudi kaya, pemilik rumah besar yang menjadi cikal-bakal nama kawasan bernama Pondok Gede, punya anak dari empat budak perempuannya.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: