Ketika berhasil dikuasai VOC, di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coenstraat, penduduk Batavia masih belum padat. Terlebih, banyak penduduk lokal yang memilih kabur ke pelosok Batavia Selatan, yakni Jatinegara Kaum.
Di sisi lain, VOC ingin membangun Batavia sebagai "ibu kota".
BACA JUGA:Kisah Meninggalnya Pelacur Kelas Atas Berwajah Blasteran, Menolak Menjadi Simpana Tentara Belanda
BACA JUGA:Puluhan Penjara di Belanda Ditutup Karena Kekurangan Penjahat, Ini Penyebab dan Alasannya
VOC mendatangkan tawanan perang dan budak dari berbagai tempat. Di antaranya seperti Manggarai, Bali, Sulawesi, Arakan, Bima, Benggala, dan Malabar, demikian tercatat dalam Kisah Betawi Tempo Doeloe: Robin Hood Betawi (2001) yang ditulis Alwi Shahab.
Dalam perjalanannya, banyak pria bumiputra diperbudak menjadi pekerja kasar di Batavia, sementara perempuan dijadikan pemuas nafsu berahi dan pengurus rumah tangga orang-orang Belanda.
Apabila mereka membangkang, hukumannya sangat kejam. Izin perbudakan akhirnya dihapus pada 1860 oleh pemerintah Hindia-Belanda. Namun, praktiknya terus dilakukan hingga dekade pertama abad ke-20.
Kerja Rodi
Kkerja rodi paling diingat sejarah adalah pembuatan jalan raya sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer, dari Anyer hingga Panarukan, pada 1809.
Kerja rodi diterapkan oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, yang menerima mandat dari Louis Napoleon, penguasa Belanda di bawah pengaruh Prancis era Napoleon Bonaparte.
Daendels menerima perintah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serbuan Inggris. Maka itu, ia memerintahkan pembangunan jalan Anyer-Panarukan.
Kerja rodi adalah kerja budak yang dilakukan di bawah paksaan. Para pekerja tidak memperoleh upah dan dipaksa bekerja di luar batas kemanusiaan. Perbudakan ini dilaksanakan di bawah todongan senjata dan lecutan cambuk. Banyak pekerja yang kelaparan hingga meninggal demi terbangunnya jalan itu.
Upah Rendah
Tanam Paksa dihapuskan, pemerintah Hindia-Belanda berupaya membuat kebijakan baru.
Hindia-Belanda membuka kesempatan bagi pengusaha swasta-asing untuk menanamkan modal dan/atau mendirikan perusahaan di Nusantara.
Pada 1870, dikeluarkan Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Gula oleh Engelbertus de Waal. Agrarische Wet dan Suiker Wet menandai diberlakukannya sistem Politik Pintu Terbuka, sekaligus menjadikan Hindia Belanda pusat perkebunan penting dalam perdagangan ekonomi dunia.