Mendagri Beri Sinyal, Bupati dan Walikota Akan Dipilih Oleh Anggota Dewan

Mendagri Beri Sinyal, Bupati dan Walikota Akan Dipilih Oleh Anggota Dewan

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian--

Senada, Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menegaskan bahwa demokrasi langsung adalah inti dari sistem politik Indonesia saat ini. 

“Jika dikembalikan ke DPRD, esensi demokrasi langsung hilang. Yang terjadi hanyalah demokrasi elite, di mana kepala daerah terpilih sesuai selera elite, bukan rakyat,” ujarnya. Adi juga menyoroti bahwa biaya politik yang mahal sebenarnya berasal dari praktik mahar politik di partai, bukan dari pemilih.

BACA JUGA:BRI Kembali Gelar Pelatihan Ekspor, Tingkatkan Daya Saing UMKM Tembus Pasar Global

BACA JUGA:Pegawai Honorer R3 dan R4 di Pemkab Mukomuko Masih Tersisa Ribuan Orang

PDI Perjuangan, melalui anggota Komisi II DPR Komarudin Watubun, juga menolak keras usulan ini.

Ia menegaskan bahwa pemilihan langsung adalah amanah reformasi 1998 yang harus dipertahankan. “Kami konsisten mendukung demokrasi langsung. Masa kemarin lain, hari ini lain?” ujarnya, mengingatkan pentingnya menjaga hasil perjuangan reformasi.

Namun, tak semua pihak menolak. Politikus Golkar, Melchias Markus Mekeng, mendukung pemilihan melalui DPRD dengan alasan kualitas pemimpin terpilih lebih terjamin.

“Pilkada langsung tidak menjamin daerah maju. Banyak yang terpilih karena punya uang, bukan karena kemampuan,” katanya.

Mekeng juga menyebut biaya kampanye Pilkada langsung terlalu besar, seringkali membebani calon hingga mendorong praktik korupsi untuk “mengembalikan modal.”

Salah satu argumen utama pendukung wacana ini adalah tingginya biaya Pilkada langsung.

Menurut catatan, anggaran untuk Pemilu 2024 mencapai Rp38 triliun, dengan porsi besar untuk Pilkada.

Tito Karnavian menyoroti bahwa biaya ini tidak hanya membebani negara, tetapi juga calon yang harus mengeluarkan dana besar untuk kampanye, mahar politik, hingga operasional saksi. “Bayangkan, ada daerah yang anggarannya defisit karena harus mengulang pemungutan suara ulang (PSU). Uangnya habis, tapi kualitas pemimpin belum tentu baik,” ujar Tito. 

Secara hukum, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 memang tidak secara eksplisit menyebut pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara langsung. Namun, konteks sejarah perubahan konstitusi pada tahun 2000 menunjukkan bahwa frasa “dipilih secara demokratis” dimaksudkan untuk mendukung pemilihan langsung, sejalan dengan semangat reformasi.

Mengembalikan pemilihan ke DPRD berpotensi memicu konflik hukum, terutama karena Mahkamah Konstitusi telah memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu minimal dua tahun melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Namun demikian, Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah akan membahas wacana ini secara mendalam, termasuk melalui revisi UU Pemilu dan UU Pilkada yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). “Kita akan cari solusi terbaik, tapi intinya, Presiden ingin sistem yang efisien dan tidak memicu konflik,” ujarnya.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: