Sidang Uji Sistem Pemilu Terbuka atau Tertutup Masih Lanjut, Ini Info Terbaru

Sidang Uji Sistem Pemilu Terbuka atau Tertutup Masih Lanjut, Ini Info Terbaru

Sidang Uji Sistem Pemilu Terbuka atau Tertutup Masih Lanjut, Ini Info Terbaru-Istimewa-

Sistem ini kurang menjamin konstituen untuk mengetahui latar belakang dan kapabilitas caleg yang akan mewakili mereka. Terdapat potensi terjadinya situasi membeli kucing dalam karung bagi pemilih. Di sisi lain, para caleg pun bisa jadi tidak terlalu memahami konstituen atau kondisi wilayah yang diwakilinya mengingat terbatasnya intensitas hubungan mereka dengan para pemilih.

BACA JUGA:KPU akan Revisi Aturan Keterwakilan Perempuan di Daftar Caleg Parpol

“Padahal kedekatan itu syarat utama dari perwakilan rakyat yang merupakan sokoguru dari demokrasi dan esensi adanya pemilu itu sendiri. Oleh karena itu dalam sistem proporsional tertutup maka perwakilan rakyat menjadi ambigu karena bisa jadi caleg lebih mewakili kepentingan partai ketimbang konstituennya,” lanjut Firman Noor.

Dampak Positif bagi Parpol

Sistem proporsional terbuka memiliki beberapa dampak positif bagi keberadaan partai politik khususnya terkait demokrasi internal, kelembagaan dan pelaksanaan fungsi partai politik. Sistem ini jauh dari anggapan akan melemahkan partai politik. Sebaliknya sistem ini berpeluang besar dalam mempertahankan demokrasi internal partai dan menguatkan kelembagaan partai serta mendorong pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik.

BACA JUGA:Sebagian Besar Syarat Bacaleg Masih Kurang, Berharap Masa Perbaikan Dilengkapi

Terkait dengan demokrasi internal, sistem proporsional terbuka memberikan peluang kader-kader partai politik untuk tetap memiliki daya tawar yang baik dari kecenderungan pemaksaan elit atau pimpinan partai. Keberhasilan seorang kader membangun hubungan baik dengan konstituennya maka dia memiliki daya tawar untuk tidak mudah disingkirkan dari daerah pemilihan (dapil)-nya. Pergantian begitu saja seseorang dalam sebuah dapil apalagi dengan kader yang jauh tidak dikenal masyarakat akan membawa risiko menurunnya jumlah dukungan dan akhirnya kursi partai di daerah itu.

“Oleh sebab itu dalam situasi ini kader tetap bisa bersikap kritis demi kebaikan partai tanpa khawatir akan tersingkir dari dapil atau posisinya di partai,” terang Firman Noor.

Dalam situasi ini pula peluang terciptanya demokrasi internal partai menjadi lebih terbuka mengingat kekuasaan pimpinan terimbangi oleh kapabilitas dalam membangun basis dukungan bagi partai dan dirinya. Kader yang bekerja keras dengan sendirinya akan memiliki daya tawar yang kuat untuk dapat mempertahankan posisi politiknya. Bahkan dapat pula memberikan masukan dengan lebih leluasa kepada partainya tanpa perlu khawatir.

Pengaturan Sistem Pemilu

Pakar hukum tata negara Charles Simabura dalam kesempatan ini mengakui sistem pemilu Indonesia memang tidak diatur dalam konstitusi. Hal ini setidaknya diakui oleh MK. Salah satunya adalah dalam Putusan MK Nomor 47/PUU-XVII/2019 yang menyatakan secara konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 tidak menentukan model sistem pemilihan umum. Penentuan terhadap sistem pemilu yang akan digunakan merupakan ranah pengaturan undang-undang sebagai pelaksanaan UUD 1945.

BACA JUGA:Hanura Kemungkinan Batal Serahkan Berkas ke KPU, Alasannya Bikin Geleng-geleng

Secara umum sistem pemilu legislatif atau pemilihan umum untuk anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota menganut model sistem proporsional terbuka. Penting untuk ditegaskan, sistem pemilu adalah pondasi utama dalam penyelenggaraan pemilu. Artinya jika hendak mempersiapkan segala sesuatu tentang pemilu terutama kerangka hukum tentang pemilu, sistem pemilulah  yang semestinya disepakati lebih dahulu.

“Sebab pilihan terhadap sistem pemilu menurut ahli akan memberikan dampak terhadap pengaturan kerangka hukum lainnya,” kata Charles.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: