Harga TBS Mangkin Turun, Harga Karet mulai Naik

Harga TBS Mangkin Turun, Harga Karet mulai Naik

--

PENARIK, RADARMUKOMUKO.com – Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit semakin terpuruk. Berdasarkan data yang diterima Dinas Pertanian, Kabupaten Mukomuko, harga sawit tertinggi Rp 930 per kilogram di PT. 

Surya Andalan Primatama (SAP). Sedangkan harga terendah Rp 720 per kilogram di pabrik milik PT, Usaha Sawit Mandiri (USM). Di sisi lain, harga komoditas pertanian getah karet, terus mengalami kenaikan. Pada awal Juli ini, harga getah karet terendah Rp 9.000,- dan tertinggi Rp 11.000 per kilogram. 

Sarji, warga Desa Tunggal Jaya, Kecamatan Teras Terunjam, dirinya sempat tergoda untuk membeli mobil, saat harga sawit sedang tinggi. Hanya saja, keinginan tersebut dicegah oleh istri, dengan alasan kedua anaknya akan melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi. Sekolah yang diinginkan, salah satu sekolah favorit yang ada di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Untuk bisa masuk sekolah swasta tersebut dibutuhkan dana belasan juta rupiah. Ketika harga sawit terpuruk seperti sekarang ini, ia mengaku bersyukur, batal kredit mobil. 

‘’Dalam satu putaran, sekitar 10 ton. Ketika harga Rp 3 ribu, bisa dihitung hasil 1 bulan. Saya sudah berpikir untuk beli Inova, tapi istri belum setuju. Jadi kami putuskan untuk memasukan anak sekolah dulu,’’ jelas Sarji.

Saat ini harga sawit terpuruk, ditingkat petani, sawit berada pada kisaran angka Rp 500 - Rp 600 per kilogram. Ayah 3 orang anak ini bersyukur mendengar dan mengikuti pendapat sang istri. 

Ia tidak membayangkan harga sawit akan jatuh seperti saat ini. Jika keinginan beli mobil diwujudkan, dengan kondisi harga sawit seperti ini, maka harus kerja ekstra keras, untuk biaya anak sekolah, serta cicilan mobil.

‘’Harapan kami, harga sawit segera kembali normal. Setidaknya Rp 1.500 per kilogram di petani,’’ tambah Sarji.

Salah seorang buruh panen sawit, Supriono, mengatakan harga yang ada saat ini membuat semangat panen hilang. Pemilik kebun sepertinya tidak semangat lagi untuk merawat kebun.

Bahkan ada yang meminta untuk menunda waktu panen. Saat ini produksi sawit petani sedang banyak. Ketika panen tidak langsung ditimbang dan dijual. Hal yang demikian membuat upah panen tersendat.

Disisi lain, kebutuhan rumah tangga tidak bisa ditunda. Belum lagi anak bungsunya akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, SLTP. Untuk pergi dan pulang sekolah, dibutuhkan motor. Kondisi yang demikian, membuat bapak 2 anak ini berpikir keras untuk mendapatkan uang tambahan.

‘’Harus cari kerja lain, kebutuhan semakin banyak. Harga sawit jatuh,’’ ungkap Supri setengah mengeluh.

Kondisi ini mengingatkan Supri atas kebun karet yang hampir 1 tahun terakhir tidak pernah disambangi. Kebun yang sudah berubah menjadi semak belukar dibersihkan. Dalam waktu dekat akan kembali nyadap karet untuk penghasilan tambahan. Selain harga sawit yang jatuh, tingginya harga karet membuat ia tertarik untuk kembali nyadap karet.

‘’Saya sudah hampir setahun tidak nyadap karet. Sekarang kebun sudah selesai dibersihkan. Dalam waktu dekat kembali disadap,’’ demikian Supri.(dul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: