BACA JUGA:Mayor Soegih Arto, Membuat Pasukan Khusus Belanda Pimpinan Westerling Yang Kejam Tak Bisa Tenang
BACA JUGA:Untung Suropati Dibesarkan di Rumah Belanda, Mengamuk Karena Cinta Beda Kasta Yang Dipisahkan
Diketahui, kala itu Soekarno dan beberapa tokoh pergerakan lainnya melakukan pertemuan di tempat pelacuran atau rumah bordil.
Karena dikatakan Soerkarno rumah bordil tempat praktek pelacur jadi tempat yang paling aman untuk mengadakan pertemuan-pertemuan penting.
“Aku menjadi sasaran utama bagi [mata-mata PID] Belanda. Mereka mengintipku seperti berburu binatang liar. Mereka melaporkan setiap gerak-gerikku. Sangat tipis harapanku agar bisa luput dari intipan ini. Kalau para pemimpin dari kota lain datang, aku harus mencari tempat rahasia untuk berbicara,” aku Sukarno dalam autobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (1965).
Sukarno mengaku dia sering berbicara di belakang sebuah mobil sambil menundukkan kepalanya. Itu bahkan bukan satu-satunya cara.
“Aku memikirkan siasat gila-gilaan untuk membikin bingung polisi,” kata Sukarno.
“Tempat lain yang kami pergunakan untuk pertemuan ialah rumah pelacuran. Aduh, ini luar-biasa bagusnya.”
Soal peran kupu-kupu malam dalam pergerakan revolusi Indonesia ini banyak dituturkan Soekarno pada Cindy Adams, penulis buku Sukarno An Autobiography as Told to Cindy Adams.
Melansir dari tirto.id, selain itu, wanita tuna susila (WTS) ini juga ikut menyumbangkan uang dari keringatnya untuk kepentingan revolusi.
Tugas mereka menjadi sumber informasi mengenai musuh tak dapat digantikan oleh pihak manapun kala itu.
"Tak satu pun laki-laki anggota partai yang terhormat dan sopan itu dapat mengerjakan tugas ini untukku," ujar Soekarno yang juga menyampaikan para PSK bukan saja penyumbang yang menyenangkan, tetapi juga penyumbang yang besar dalam revolusi Indonesia.*