Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Terjadi Perburuan Terhadap Sisa Belanda dan Keturunannya

Ilustrasi perang paska kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945--
RADARMUKOMUKO.COM - Masyarakat pro-kemerdekaan, atau yang biasa disebut sebagai Pemoeda dan Pelopor pada pada tahun 1945–1947, setelah proklamai kemerdekaan melakukan aksi huru-hara, pembantaian, dan perampokan massal.
Masa Bersiap merupakan sebuah teror, kekacauan, dan kekerasan yang dilatarbelakangi amarah dan keinginan balas dendam pribumi terhadap kolonialisme Belanda.
Walau utama dari aksi ini adalah sisa-sisa tentara Belanda yang belum mudik beserta keturunannya juga orang Indo eropa, tapi juga banyak korban yang merupakan orang Maluku dan orang Tionghoa.
Maka bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk balas dendam rakyat yang sudah menderita selama penjajahan.
BACA JUGA:Agar Pahit dan Manisnya Seimbang, Begini Cara Mengaduk Kopi Agar Pas di Lidah
BACA JUGA:Owner Orchid Bakery Akui Layanan Digital BRI mempermudah Pelanggan
Melansir dari wikipidia dan sumber lainnya, Fase revolusi nasional Indonesia ini disebut "Bersiap" oleh orang-orang Indo Belanda (Eurasia) yang selamat dari periode penuh konflik ini dan digunakan dalam karya akademis Belanda dan Inggris.
Istilah ini berasal dari seruan perang pro-Republik Indonesia dan seruan terus-menerus untuk mengangkat senjata: "Siap!" - "Siap!" yang terdengar ketika orang yang tampak sebagai musuh potensial revolusi memasuki daerah pro-republik.
Tetapi banyak istilah lain yang dipakai seperti gedoran di Depok, ngeli di Banten dan sekitarnya, dan gegeran atau dombreng di Jawa Tengah.
Periode ini diawali oleh peralihan kekuasaan dari Tentara Kekaisaran Jepang kepada pemerintahan Republik Indonesia.
Estimasi jumlah korban dari kekacauan ini berkisar antara 3.500 hingga 20.000 jiwa yang terdiri atas orang Belanda beserta keturunannya. Juga banyak terbunuh orang Tionghoa, orang Jawa, orang Maluku, dan kelompok lain dari status sosial ekonomi yang tinggi.
Maka jarang ditemukan orang keturunan Belanda atau Eropa yang tinggal di Indonesia setelah kemerdekaan, karena banyak yang menjadi korban dalam Masa Bersiap atau melarikan diri ke Eropa.
Sebagai akibat dari perang saudara di Tiongkok Daratan, sebagian orang Tionghoa kaum kanan waktu itu banyak yang mendukung partai Kuomintang yang juga pro-Belanda, secara otomatis tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, sehingga mereka juga ikut menjadi korban dari masa tersebut.
Peristiwa bermula dengan dijarah dan dirampoknya Depok oleh para Pemoeda atau Pelopor pada tanggal 9 Oktober 1945.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: