Cara Apik Rakyat Palembang Saat Melawan Penjajah, Belanda Jatuh Masuk Inggris

Cara Apik Rakyat Palembang Saat Melawan Penjajah, Belanda Jatuh Masuk Inggris

Cara Apik Rakyat Palembang Saat Melawan Penjajah, Belanda Jatuh Masuk Inggris-Istimewa/Dok-radarmukomuko.com

BACA JUGA:Capres 02 Prabowo - Gibran Menang Telak di Kabupaten Mukomuko, 01 Ungguli 03

Pada tanggal 17 Mei 1812 Pangeran Najamudin mengadakan perjanjian dengan Inggris yang menentukan bahwa Pangeran Adipati Ahmad Najamudin diangkat menjadi Sultan Palembang, sedang Inggris memperoleh Bangka dan Belitung sebagai daerah kekuasaannya.

Sementara itu Sultan Badaruddin membangun pertahanan kuat di hulu Sungai Musi, yaitu mula-mula di Buaya Langu. Setelah serangan ekspedisi Inggris terhadap kubu itu gagal, pertahanan dipindah lebih ke hulu lagi, yaitu di Muara Rawas. 

Oleh karena aksi militer tidak berdaya untuk menundukkan Sultan Badaruddin, kemudian Inggris menempuh jalan diplomasi dan mengirim Robinson untuk berunding.

Pada tanggal 29 Juni 1812 ditandatangani perjanjian yang menetapkan bahwa Sultan Badaruddin diakui sebagai Sultan Palembang, sedang Pangeran Adipati Ahmad Najamudin diturunkan dari tahta. 

Setelah perjanjian ditandatangani, pada tanggal 13 Juli 1812 Sultan Badaruddin tiba di Palembang dan bersemayam di kraton besar, sedang Najamudin pindah ke kraton lama. 

Dengan campur tangan Inggris, pertentangan menjadi-jadi dan situasi politik tetap tegang. Keunggulan masing-masing pihak mengalami pasang-surut, pendudukan singgasana silih berganti. 

Pada tanggal 4 Agustus 1813 Raffles mengeluarkan proklamasi yang berisi tentang restorasi kedudukan Ahmad Najamudin sebagai Sultan.

Meskipun Badaruddin tidak menduduki tahta lagi tetapi tetap berwibawa serta besar pengaruhnya di kalangan rakyat.

Pada tahun 1816, Belanda kembali berkuasa. Politiknya langsung membalik situasi seperti yang diciptakan oleh Inggris. Sultan Ahmad Najamudin adalah penguasa yang lemah. Eksploitasi feodalistis di kalangan keluarga Sultan merajalela, banyak terjadi perampokan dalam kekosongan kekuasaan di daerah, akhirnya situasi mirip dengan anarkhi.

Pada saat itu tokoh yang dipercaya Belanda untuk mengatur Palembang adalah Muntinghe. Ia bertekad menanamkan kekuasaan yang kuat di Palembang. Untuk itu, ia menyodorkan kontrak dengan Badaruddin maupun Najamudin pada 20-24 Juni 1818. 

Meskipun kesultanan tidak dihapus, namun maksud Muntinghe lambat laun mengurangi kekuasaan Sultan. Berdasarkan kontrak tersebut, Sultan Badaruddin direstorasi sebagai Sultan Palembang, sedang Najamudin diturunkan dari tahta. 

Walaupun demikian, masing-masing mempunyai daerah kekuasaan yang dapat dipungut hasilnya sebagai sarana penghidupannya, sedangkan sebagian besar daerah Palembang jatuh ke tangan Belanda.

Pangeran Najamudin yang disingkirkan oleh pemerintah Belanda, berusaha memperoleh bantuan Inggris. Usaha Raffles untuk memberi bantuan yang diharapkan itu gagal, sehingga akhirnya Najamudin sebagai faktor yang membahayakan pemerintah Belanda diamankan di Batavia.

Karena adanya kevakuman kekuasaan di daerah pedalaman, maka terus terjadi pergolakan. Orang-orang Minangkabau dan Melayu yang menjadi pengikut Badaruddin sewaktu dia mengungsi ke hulu Sungai Musi melakukan perlawanan terhadap ekspedisi Belanda, sehingga ekspedisi tersebut gagal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: