Tragedi Mangkuk Merah, Sejarah Kelam Etnis Tionghoa Pembunuhan dan Pengusiran oleh ABRI dan Suku Dayak

Tragedi Mangkuk Merah, Sejarah Kelam Etnis Tionghoa Pembunuhan dan Pengusiran oleh ABRI dan Suku Dayak

tragedi mangkuk merah sejarah etnis tinghoa-dokumen,net-net, istimewa radar mukomuko

 

RADARMUKOMUKO.COM - Sekitar akhir tahun 1967, menjadi sejarah kelam warga etnis Tionghoa di Kalimantan Barat. Kala itu etnis Tionghoa harus menghadapi keadaan yang amat menakutkan dan mengerikan. Tragedi ini dikenal dengan "tragedi mangkuk merah".

Dirangkum dari berbagai sumber, ejarahnya latar belakang terjadinya perstiwa mangkuk merah, berawal dari tahun 1963 hingga 1966, Indonesia melakukan konfrontasi terhadap Malaysia. 

Konfrontasi yang didasari oleh penolakan pemerintah Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia ini melibatkan warga Tionghoa di Kalimantan bagian Utara, yang juga memiliki sikap sama dengan Indonesia, yakni menentang pendirian Federasi Malaysia yang didukung penuh oleh Inggris. 

Penolakan warga Tionghoa karena ada kekhawatiran terjadinya dominasi warga Melayu Semenanjung Malaya terhadap rakyat Kalimantan Utara, khususnya warga Tionghoa.

BACA JUGA:7 Langka Praktis Cara Merebus Telur Agar Mulus Tidak Pecah dan Gampang Dikupas

BACA JUGA:Ketum Peradi Utama Hardi Fardiansyah Lantik 34 Advokat, Termasuk Ismail Novendra

Upayanya mengganyang Malaysia, Soekarno mengikutsertakan sebagian rakyat Kalimantan Utara yang juga menolak pembentukan Federasi tersebut. 

Soekarno menugaskan salah satu menterinya, Oei Tjoe Tat, untuk menggalang kekuatan warga Tionghoa Kalimantan Utara yang anti-Malaysia guna mendukung konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris. 

Hampir 900 orang Tionghoa Kalimantan Utara bersedia pindah ke daerah Kalimantan Barat untuk memperoleh pelatihan kemiliteran dan dipersenjatai oleh pemerintah Indonesia dan kemudian membentuk Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) di bawah komando seorang perwira Angkatan Darat yang dekat dengan kelompok kiri, yakni Brigadir Jenderal Supardjo, yang ketika itu menjabat sebagai Panglima Komando Tempur IV Mandau.

PGRS/Paraku bahu-membahu bersama TNI dan para sukarelawan Indonesia lainnya menghadapi pasukan Malaysia yang dibantu bala tentara Gurkha, Inggris, dan Australia sepanjang masa konfrontasi. 

Wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dengan Kalimantan Utara menjadi medan perjuangan pasukan PGRS/Paraku.

BACA JUGA:Aksi Pencurian di Masjid Terekam CCTV, Pelaku Belum Terungkap

BACA JUGA:Resep dan Cara Membuat Jajangmyeon Ala Rumahan, Kuliner Khas Korea yang Lezat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: