Pejuang Keturunan Tionghoa Yang Gagah Berani dan Rela Mati Melawan Penjajah Tanah Air
Pejuang Keturunan Tionghoa Yang Gagah Berani dan Rela Mati Melawan Penjajah Tanah Air-Istimewa/Dok-
Basuki Hidayat begilah kebanyakan orang mengenal sosok keturunan Tionghoa yang bernama asli, Tjia Giok Thwam. Ia berasal dari Surabaya, Jawa Timur, kelahiran 1927.
Diketahui, Tjia Giok Thwam sudah terlibat dalam pertempuran melawan Belanda sejak umur 18 tahun dengan bergabung dalam Pasukan 19 Corps Mahasiswa Djawa Timur (CMDT).
Keterlibatannya dalam membela tanah air cukup panjang sampai tahun 1950. Setelah Indonesia aman, ia memutuskan untuk keluar dari dunia militer. Kemudian pada 1958, dia menerima sejumlah tanda kehormatan atas jasanya sebagai pejuang kemerdekaan.
Diketahui, Tjia Giok Thwan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Malang, Jawa Timur dalam peti berhiaskan bendera merah putih.
- Soe Hok Gie
Soe Hok Gie salah satu aktivis yang menentang kediktatoran pemerintahan. Dia sangat gencar menyuarakan pemikirannya melalui tulisan yang dipublikasikan di koran. Bisa dibilang Soe Hok Gie adalah salah satu pelopor gerakan mahasiswa yang mengkritisi pemerintah.
Pada 1969, Gie mengembuskan napas terakhir pada usia 27 tahun bersamaan dengan ulang tahunnya. Dimana ia meninggal ketika mendaki gunung Semeru bersama teman-temannya.
Soe Hok Gie yang lahir di Jakarta, 17 Desember 1942, menjadi inspiratif, catatan-catatannya diterbitkan menjadi buku dan difilmkan dengan judul Gie pada 2005.
- Ferry Sie King Lien
Ferry Sie King Lien juga keturunan Tionghoa yang lahir tahun 1933. Walau dari keturunan orang mapan kala itu, namun ia memilih mengambil risiko sebagai pejuang kemerdekaan.
Saat berusia 16 tahun, ia ikut mengangkat senjata dalam pertempuran di Solo tahun 1949 bersama empat rekannya, yaitu Tjiptardjie, Salamoen, Semedi, dan Seohandi diberi misi khusus oleh pimpinan. Mereka harus memberikan dorongan kepada rakyat untuk ikut berjuang.
Kelima orang itu pun membuat berbagai coretan di tembok, membagikan selebaran, dan menangkis berbagai propaganda pemecah belah yang digaungkan oleh Belanda. Mereka juga bertugas menembaki markas pasukan Belanda di malam hari secara gerilya.
"Eens kompt de dag dat Republik Indonesia zal herrijzen" adalah coretan Sie King Lien yang paling memantik semangat rakyat Solo saat itu. Kalimat tersebut berarti "Suatu hari Republik Indonesia akan muncul kembali".
Sie King Lien dan keempat temannya diserang oleh tentara Belanda di tengah pertempuran. Sejumlah peluru menyasar tubuh Sie King Lien dan Soehandi. Keduanya gugur seketika sedangkan tiga kawan lainnya berhasil meloloskan diri.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: