Peristiwa Puputan 20 November Yang Menewaskan I Gusti Ngurah Rai, Perang Sampai Titik Darah Terakhir

Peristiwa Puputan 20 November Yang Menewaskan I Gusti Ngurah Rai, Perang Sampai Titik Darah Terakhir

Peristiwa Puputan 20 November Yang Menewaskan I Gusti Ngurah Rai, Perang Sampai Titik Darah Terakhir--

NICA mengajak berundingan melalui surat melalui surat dari Letnan Kolonel J.B.T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai selaku Kepala Divisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk wilayah Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara) dan sekitarnya. 

I Gusti Ngurah Rai dengan tegas menolak perundingan tersebut.

BACA JUGA:Achmad Sachdi, Sosok Penghianat Yang Berpihak Pada Belanda di Tengah Perperangan

BACA JUGA:Pangeran Antasari Tokoh Perang Banjar Pemimpin Seluruh Suku Sepanjang Sungai Barito

Ia menegaskan, selama Belanda masih menginjakkan kaki di Bali, perlawanan pejuang dan rakyat akan terus dilakukan.

Sudarmanto dalam buku Jejak-jejak Pahlawan (2007) menyebutkan, I Ngurah Rai membentuk Batalyon Ciung Wanara untuk menghadapi Belanda di Bali. 

Tak hanya itu, dibentuk pula basis-basis perjuangan di banyak desa di Bali. Perjuangan pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai mendapatkan dukungan penuh dari rakyat. 

Hal tersebut diketahui dari penelitian "Peranan Masyarakat dalam Perang Kemerdekaan: Studi Kasus Desa Marga dalam Peristiwa Puputan Margarana 20 November 1946 pada Masa Revolusi di Bali" karya Dewa Made Alit. 

Disebutkan, beberapa desa di Bali yang menjadi basis perjuangan antara lain: Desa Marga, Desa Kelaci, Desa Tegaljadi, Desa Selanbawak, Desa Banjar Adeng, Desa Banjar Ole, Desa Banjar Bedugul, Desa Banjar Kelaci, dan lainnya. 

Tanggal 19 November 1946 malam hari, senjata prajurit NICA yang sedang berada di Tabanan direbut oleh tentara rakyat pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Aksi ini membuat Belanda murka.

Pagi-pagi buta tanggal 20 November 1946, Belanda mengerahkan pasukan dan mengepung desa yang menjadi pertahanan tentara rakyat Bali. Terjadilah aksi tembak-menembak yang membuat Belanda agak terdesak. 

Belanda terpaksa mengerahkan seluruh kekuatan militernya yang ada di Bali ditambah mendatangkan pesawat pengebom dari Makassar. 

Meskipun dikepung dan kalah jumlah prajurit maupun persenjataan, I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya serta rakyat Bali pantang menyerah. Mereka bertekad tidak akan mundur sampai tetes darah terakhir.

Komando puputan pun diserukan. Perang habis-habisan dilancarkan demi tegaknya kemerdekaan Indonesia sekaligus demi harga diri rakyat Bali. Terjadilah pertempuran besar yang sejatinya tidak seimbang. 

Pasukan Bali yang berjumlah kurang dari 100 orang seluruhnya gugur di medan laga, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Namun, Belanda juga mengalami kerugian besar. Sebanyak 400 orang tentaranya tewas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: