Negara selanjutnya yang menerapkan pemblokiran internet atau pembatasan internet terhadap warganya adalah negara Suriah.
Internet di Suriah diawasi secara ketat dan beberapa VPN diblokir. Masyarakat di negara tersebut juga dilarang mengakses beberapa alat berteknologi dan sistem operasi.
Akses internet dibatasi di seluruh wilayah Suriah dan warga yang melampaui batas pengaksesan akan dihukum berat di negara ini.
Lalu, ada negara Iran yang menerapkan kebijakan yang sama. Sejak tahun 2013, negara ini telah melarang penggunaan VPN.
Namun, warga negara diizinkan untuk menggunakan VPN yang disetujui pemerintah (yang diawasi secara ketat).
Jika ketahuan menggunakan VPN yang tidak disetujui oleh pemerintah, maka sang pengguna dapat menghadapi hukuman satu tahun penjara.
BACA JUGA:Walau Kalah Dalam Pemilu, Anggota Dewan Mukomuko Masih Tetap Duduk Hingga 6 Bulan
Hal tersebut merupakan salah satu alasan warga Iran melakukan banyak protes selama bertahun-tahun, yang justru mengakibatkan penutupan internet sepenuhnya oleh pemerintah.
Pada tahun 2012, pemerintah memblokir sejumlah situs web, akses internet, termasuk media sosial seperti Instagram.
Pada tahun 2019 dan 2022 pun terjadi pemutusan koneksi internet secara total sebagai respons terhadap protes tentang harga bahan bakar.
Terakhir, ada negara Korea Utara. Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika negara ini memberlakukan kebijakan yang satu ini.
Rezim otoriter di negara ini sangat membatasi akses internet dan hanya sejumlah kecil pejabat tinggi yang dapat mengaksesnya.
Mahasiswa di universitas tertentu juga memiliki akses internet yang terbatas karena semua situs diawasi dan disensor dengan ketat oleh pihak pemerintah.
Warga Korut hanya bisa mendapatkan akses internet dari layanan intranet yang juga tetap dikontrol ketat oleh pemerintah melalui perangkat 3G.*