Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Terjadi Perburuan Terhadap Sisa Belanda dan Keturunannya

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Terjadi Perburuan Terhadap Sisa Belanda dan Keturunannya

Ilustrasi perang paska kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945--

Depok waktu itu dikenal sebagai pusat tempat tinggalnya orang Indo.

BACA JUGA:BRI Group Raih 3 Penghargaan Prestisius Dari Euromoney Awards for Excellence 2025

BACA JUGA:Sejarah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945, Suara Soekarno Direkam Tahun 1951

Sedangkan masa akhir Bersiap ditetapkan selesai dengan munculnya aksi Agresi Militer Belanda I atau Aksi Polisi Belanda I pada bulan Januari 1947.

Namun pemerintah Belanda mendefinisikan masa ini lebih luas, yaitu dari Kapitulasi Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 sampai pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.

Indonesia lebih sering menyebut periode itu sebagai Revolusi Nasional Indonesia atau Agresi Militer, yakni masa-masa mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda pada periode 1945-1950.

Kronologisnya, dimulai sejak 7 Oktober 1945 dengan upaya para pemuda Indonesia untuk menghalangi pedagang yang hendak menjual kebutuhan pokok kepada orang-orang Belanda. 

Rumah Asisten Wedana Depok pun dirampok pada hari itu. Selanjutnya, wilayah Depok dirampas oleh Pemoeda pada 9 Oktober 1945 dan lima rumah warga dirampok. 

Keesokan harinya, gedung pangan di Depok diserbu oleh para gelandangan. Pada 11 Oktober 1945, pertempuran dalam Masa Bersiap dilanjutkan dengan serangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terhadap Belanda. 

Serangan ini dikenal dengan istilah Gedoran. Kerusuhan berlanjut pada 13 Oktober 1945, ketika segerombolan orang menyerbu Belanda dan menewaskan 10 korban jiwa. 

Orang-orang Eropa dan Indo lalu dikumpulkan di belakang Stadion Depok dan dijadikan tawanan. Kekerasan juga menimpa etnis Ambon dan Manado karena mereka dianggap bekerja sama dengan pemerintah serta militer Belanda selama masa kolonialisme.

Penjarahan dan pembunuhan yang terjadi selama Periode Bersiap juga disebut disertai dengan penyiksaan keji dan pemerkosaan. 

Aksi para pemuda Indonesia menyulut amarah orang-orang pro-Belanda yang kemudian melancarkan balas dendam. Sejumlah orang Ambon yang pro-Belanda dan kerap mangkal di Senen, yakni Wimpie, Albert, Mingus Gerardus, dan Polang, berbalik menyerang para pemuda pro-Republik Indonesia. 

Jika bertemu gerombolan itu, orang-orang Republik akan dipaksa menelan lencana Merah-Putih yang mereka kenakan. Perdana Menteri Sutan Sjahrir pun sempat menjadi sasaran balas dendam orang-orang pro-Belanda. 

Sjahrir tercatat dua kali menjadi target upaya pembunuhan oleh orang-orang Indo, Ambon, dan Manado pada Desember 1945.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: