Seluruh Devisi PT. DDP Berkonflik, Penyebabnya Diduga Masalah Ini

Seluruh Devisi PT. DDP Berkonflik, Penyebabnya Diduga Masalah Ini

Seluruh Devisi PT. DDP Berkonflik, Penyebabnya Diduga Masalah Ini-Ilustrasi-Berbagai Sumber

RMONLINE.ID - PT. Darya Dharma Pratama (DDP) merupakan salah satu perusahaan yang bergerakan di sektor perkebunan sawit, menjadi salah satu penguasa lahan atau pemilik Hak Guna Usaha (HGU) terbesar di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

DDP memiliki beberapa devisi, yaitu devisi Air Rami mencakup wilayah Malin Deman, devisi Ipuh meliputi Sungai Rumbai hingga Malin Deman, devisi Air Berau meluputi Pondok Suguh dan devisi Bunga Tanjung.

Menurut informasi, hampir seluruh devisi atau estate perusahaan ini memiliki jejak konflik dengan masyarakat atau sekelompok warga desa penyangganya.

Sudah tidak sedikit masyarakat yang harus berhadapan dengan hukum karena berkonflik dengan PT. DDP yang ada diwilayahnya masing-masing.

BACA JUGA:Puluhan Hektare Kebun PT. DDP di Bunga Tanjung Diklaim di Luar HGU, Warga Minta Dilepas

BACA JUGA:PT DDP Perpanjang Seluruh Izin HGU Perkebunannya, Hanya Melepas Lahan Yang Tidak Diganti Rugi

Tak dipungkiri beberapa kasus terjadi karena kesalahan oknum masyarakat yang dengan sengaja melakukan pencurian buah milik perusahaan.

Namun juga banyak persoalan karena kesamaran dari status HGU perusahaan ini dan bahkan dilatari karena kekecewaan masyarakat terhadap perusahaan yang dinilai belum memenuhi kewajibannya pada desa penyangga.

Setidaknya ada 5 poin diduga penyebab sering konflik di berbagai devisi perusahaan ini, diantaranya:

1. Persoalan legal standing atau kedudukan hukum dari HGU perusahaan yang kadang meragukan. Dimana ada sudut yang samar dari HGU, seperti batas HGU yang sebenarnya, termasuk status izinnya. Kondisi ini membuat sekelompok masyarakat berani melakukan protes dan mempersoalkannya.

2. Persoalan tenaga kerja, selama ini PT. DDP dinilai belum mengutamakan masyarakat desa penyangga sebagai tenaga kerja, padahal sesuai perda nomor 1 tahun 2023, perusahaan harus mengutamakan tenaga kerja lokal. Masyarakat merasa perusahaan tidak profesional dan adil akhirnya menimbulkan konflik.

3. Kewajiban perusahaan, masyarakat menduga selama ini perusahaan belum full memenuhi kewajibannya pada desa penyangga. Diketahui perusahaan harus memberikan kontribusi yang besar dalam mendukung kemajuan pembangunan di daerah, terutama dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan kesejahteraan dari aktifitas perusahaan yang berada di sekitar mereka. 

4. Ketidak pastian batas HGU, kondisi ini juga menyebabkan munculnya konflik. Beberapa titik HGU perusahaan tidak diketahui dengan jelas oleh masyarakat. Bahkan perusahaan sendiri dinilai tidak jujur dalam mengolah HGU yang sebenarnya.

Buktinya PT. DDP pernah melakukan pelanggaran batas HGU dengan menggarap Hutan produksi terbatas (HPT), seperti di Air Berau dan Bunga Tanjung. Sejak beberapa tahun lalu HPT yang terlanjur digarap ini sudah dilepas oleh perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: