Pemberontakan Yang Pernah Bikin Indonesia Hampir Gagal Bersatu Seperti Sekarang

Pemberontakan Yang Pernah Bikin Indonesia Hampir Gagal Bersatu Seperti Sekarang

Pemberontakan Yang Pernah Bikin Indonesia Hampir Gagal Bersatu Seperti Sekarang -Ilustrasi-Berbagai Sumber

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) 

Gerakan RMS ini diproklamasikan pada 25 April 1950 dan Dr Chris Soumokil mengklaim sebagai presidennya. Tujuan utama gerakan RMS adalah mendirikan negara merdeka dengan pemerintahan sendiri yang berdaulat. 

BACA JUGA:Sejarah Palestina Yang Pertama Akui Kemerdekaan Indonesia dan Turut Cari Dukungan Negara Lain

BACA JUGA:Palestina Pertama Akui Kemerdekaan Indonesia dan Minta Dukungan Dunia, Jauh Sebelum Negara Lain

Pembangkangan RMS ditumpas oleh tentara RI dan pemimpin pemberontak, Soumokil, ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962. Soumokil diadili di pengadilan militer di Jakarta, dijatuhi hukum mati dan dieksekusi pada 12 April 1966. 

Pemberontakan APRA 

Gerakan pemberontakan ini dipimpin oleh Raymond Pierre Westerling yang merupakan tokoh militer Belanda. APRA merupakan kepanjangan dari Angkatan Perang Ratu Adil yang berdasar dari mitologi ramalan Jayabaya, yang berarti seorang pemimpin hendak bertindak adil dan bijaksana bagi rakyatnya. 

Latar belakang munculnya gerakan pemberontakan ini bermula di Bandung, pada 23 Januari 1950 karena hendak dibubarkannya negara bagian bentukan Belanda di RIS (Republik Indonesia Serikat) yang kembali bersatu dengan Republik Indonesia. 

Pemberontakan APRA ini juga beralasan untuk mempertahankan negara Pasundan demi melindungi aset ekonomi kolonial yang ada di wilayah tersebut. 

Pemberontakan PRRI/Permesta 

Perlawanan PRRI/Permesta pecah di Sumatera dan Sulawesi. Setelah naiknya kembali Jenderal AH Nasution sebagai KSAD, ia kemudian mengangkat Kolonel Gatot Subroto yang sepaham dengannya menggantikan Kolonel Zulkifli Lubis sebagai Wakil KSAD. 

Sementara Nasution menginginkan adanya keseimbangan untuk mengatasi pro dan kontra peristiwa 1952. Pergantian ini ternyata kontra produktif karena menimbulkan perlawanan lagi. 

Untuk mengatasi konflik ini, diadakan Musyawarah Perwira yang diadakan di Yogyakarta dengan membentuk Dewan Militer. Soekarno tidak mau memberikan konsensi apalagi terhadap tuntutan agar Hatta kembali berperan. 

Akibatnya pada Februari 1958, Letkol Ahmad Husein, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon, dan Kolonel Dahlan Djambek diberhentikan dari tentara karena berpihak pada rencana gerakan melawan pemerintah pusat. 

Pada 15 Februari 1958 kemudian diproklamasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan Perdana Menteri Syafrudin Prawiranegara. Proklamasi PRRI ini kemudian didukung oleh Resimen di Sumatera Barat, Tapanuli, dan Sulawesi Utara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: