Kisah Warga Yogyakarta Bebas dari Romusha, Bangun Kanal Irigasi Atas Kepintaran Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Kisah Warga Yogyakarta Bebas dari Romusha, Bangun Kanal Irigasi Atas Kepintaran Sri Sultan Hamengkubuwono IX--
RADARMUKOMUKO.COM - Romusha merupakan warga Indonesia yang dipaksa oleh pemerintah Jepang untuk bekerja secara paksa dalam membangun infrastruktur yang diperlukan Jepang. Mulai dari membangun jalan, pelabuhan, landasan pacu, goa dan proyek konstruksi lainnya.
Tercatat dalam sejarah, ribuan hingga ratusan ribu warga Indonesia dipaksa menjadi romusha untuk bekerja dalam kondisi yang sangat berat dan tanpa perlindungan yang memadai. Selain itu juga pekerha Romusha hidup dalam penindasan yang kejam, kelaparan, penyakit, dan kekerasan brutal.
Saat itu, kehidupan dan kesejahteraan sangat terabaikan oleh pemerintah Jepang, dan banyak yang meninggal akibat kondisi kerja yang ekstrem. Mereka yang melas bekerja dan memberontak akan dihukum bahkan sampai mati.
BACA JUGA:Ora Atau Buaya Darat Begini Sejarahnya Pulau Komodo, Belanda Salah Mengartikan Ora Sebagai Komodo
BACA JUGA:Senjata Tradisional Rakyat Melawan Penjajah, Keris, Rencong, Tombak, Golok Hingga Bambu Runcing
Dari sistim ini diketahui banyak bangunan peninggalan Jepang di berbagai daerah di Indonesia, bahkan beberapa diantaranya masih memiliki manfaat dan juga ada yang menjadi objek wisata.
Selokan Mataram sepanjang 30,8 kilomeyer termasuk salah satu infrastruktur penting yang dibangun pada masa penjajahan Jepang. Selokan Mataram berupa kanal irigasi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga kini masih berperan penting dalam pengairan sawah petani.
Melansir dari wikipedia, Selokan Mataram dulu dikenal dengan nama Kanal Yoshiro dan mulai dioperasikan pada tahun 1944. Pada masa ini Jepang menggalakkan romusha di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber daya alam maupun untuk membangun sarana dan prasarana guna mendukung upaya perang Jepang melawan Sekutu di Pasifik.
Hanya saja berkat kercedikan dari Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX masyarakatnya terhindari dari romusha dalam pembangunan Kanal ini.
Saat itu, Sultan melaporkan kepada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah yang minus dan kering, serta hasil buminya hanya berupa singkong dan gaplek. Ia mengusulkan kepada Jepang agar warga Yogyakarta diperintah untuk membangun sebuah kanal irigasi guna menghubungkan Sungai Progo di sisi barat dan Sungai Opak di sisi timur.
Dengan kanal irigasi tersebut, lahan pertanian di Yogyakarta yang saat itu kebanyakan masih berupa lahan tadah hujan, diharapkan dapat diairi pada musim kemarau, sehingga dapat ditanami padi dan dapat memenuhi kebutuhan pangan dari warga Yogyakarta maupun pasukan Jepang.
Usul Sultan tersebut kemudian disetujui oleh Jepang, sehingga warga Yogyakarta tidak perlu mengikuti romusha, karena difokuskan untuk membangun sebuah kanal irigasi yang kemudian dikenal dengan nama Kanal Yoshiro dan kini dikenal dengan nama Selokan Mataram.
Merujuk dari kanal Pemerintah daerah Istimewa Yogyakarta jogjaprov.go.id, sejarawan UGM, Sri Margono mengatakan cagar budaya Selokan Mataram memiliki sejarah yang sangat panjang dan penting sekali dalam sejarah Indonesia khususnya DIY.
BACA JUGA:Belanda Pernah Melarang Pelacuran, Banyak Serdadu Terserang Penyakit K3lamin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: