Sejarah Jual Beli Budak, Asal Bali Lebih Diminati Pedagang Tionghoa dan Belanda Karena Kuat dan Cantik

Sejarah Jual Beli Budak, Asal Bali Lebih Diminati Pedagang Tionghoa dan Belanda Karena Kuat dan Cantik

Sejarah Jual Beli Budak, Asal Bali Lebih Diminati Pedagang Tionghoa dan Belanda Karena Kuat dan Cantik--

RADARMUKOMUKO.COM - Sepergi diketahui, pada masa penjajahan terjadi perbudakan terhadap anak bangsa Indonesia. Tidak sedikit orang-orang muda Indonesia dijadikan budak dan diperjualbelikan. 

Perbudakan terjadi hampir di semua daerah yang pernah dikuasai oleh penjajah, mulai dari Bali, Melayu, Manggarai dan lainnya.

Budak dari Bali sangat terkenal dan banyak dimintai oleh orang Eropa dan pedagang Thionghoa. Budak laki-laki asal Bali paling banyak disukai dibandingkan dengan dari daerah lain karena kuat, tangguh, mudah beradaptasi dan relatif lebih bertanggung jawab

Nilai jual budak perempuan muda asal Bali jauh lebih mahal. Bisa tiga kali lipat dari harga budak laki-laki.

BACA JUGA:Kisah Suku Asmat Balas Dendam Peristiwa Awyu Oleh Belanda, Naas Putra Wapres AS Terbunuh

BACA JUGA:9 Perang Besar Bangsa Indonesia Melawan Penjajah, Penyebab dan Pemenang Pertempuran

Alasannya karena budak perempuan Bali dinilai cantik, baik hati, setia, punya keterampilan. Sebagian budak perempuan ini menjadi simpanan pedagang Tionghoa dan Belanda di Batavia.

Melansir dari Radar Bali, tahun 1665 kongsi dagang India Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sempat melarang praktik perdagangan budak.

Namun larangan ini tidak banyak berarti, karena tidak ada sanksi tegas atas jual beli budak yang marak terjadi. 

Budak-budak yang didatangkan dari Bali di era Jan Pieterszoon (JP) Coen, Gubernur Jenderal VOC di Batavia atau Jakarta sekarang, di pertengahan pertama abad ke-17 di kawasan Tanah Abang, Jakarta, membentuk Kampung Bali.

JP Coen dalam praktiknya mendatangkan budak mengelompokkan budak di lokasi-lokasi yang ditentukan. 

Maka sekarang di Jakarta ada sejumlah kawasan berdasar sejumlah suku tertentu, dari Bali, Melayu, Manggarai dan lainnya. 

Seorang pembesar Belanda, Cornelis Chastelein, kelahiran di Amsterdam, 10 Agustus 1657, meninggal di Depok, 28 Juni 1714, punya riwayat terhadap jejak budak asal Bali.

Para tuan tanah di daerah Depok, Jawa Barat, juga banyak memanfaatkan budak asal Bali yang rajin bekerja, setia, bertanggungjawab, pintar berkesenian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: