Kejam! Begini Nasib Wanita Indonesia Selama 3,5 Tahun Jepang Berkuasa

Kejam! Begini Nasib Wanita Indonesia Selama 3,5 Tahun Jepang Berkuasa

Kejam! Begini Nasib Wanita Indonesia Selama 3,5 Tahun Jepang Berkuasa-Ilustrasi-Berbagai Sumber

RMONLINE.ID - Setelah mengalahkan Belanda, giliran Jepang menjajah Indonesia. Masa penjajahan Jepang sekitar 3,5 tahun, jauh beda dengan Belanda menduduki Indonesia hingga 3,5 abad.

Namun, walaupun singkat penderitaan yang dialami rakyat Indonesia di masa Jepang tak kalah menyedihkan, perbudakan dan kejahatan seksual terhadap wanita terjadi.

Banyak wanita Indonesia dijadikan  jugun ianfu atau pelacur yang wajib melayani tentara Jepang dan alami siksaan, bahkan banyak yang meninggal.

BACA JUGA:Aspirasi Masyarakat, Pemkab Mukomuko Bakal Tambah Cabang Layanan Adminduk di Penarik

BACA JUGA:Maklumat DPMPTSP Mukomuko, Sementara Pelayanan Perizinan Berbasis Website Mengalami Gangguan

Merangkum dari berbagai sumber, salah satu korbannya adalah Mardiyem, cerita dirinya ditulis dalam buku berjudul 'Momoye: Mereka Memanggilku' ditulis oleh Eka Hindra bersama Koichi Kimura dan terbit tahun 2007.

Dikisahkan, kala itu Mardiyem merupakan gadis kecil yang sudah yatim-piatu. Ia bekerja sebagai abdi dalem dengan tugas mengurus kuda dan kereta.

Saat umurnya 13 tahun, otorita penjajah Jepang yang sedang berkuasa, membuka kesempatan bagi anak-anak perempuan untuk menjadi pemain sandiwara.

Karena punya hobi bernyanyi dan ingin merubah nasib, Mardiyem  ikut mendaftar. Ia terpilih bersama banyak wanita lainnya, setelah itu diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan. 

“Adik‘kan mau naik kapal, Borneo jaraknya jauh bisa dua sampai tiga hari di dalam kapal, jadi badannya harus sehat…,” demikian alasan yang diberikan asisten dokter Soesroedoro yang membuka praktek di daerah Panembahan, Yogyakarta, kepada Mardiyem yang tahunya hanya bahwa ia bakal gabung dengan kelompok sandiwara Pantja Soerja di Borneo.

Bersama puluhan wanita lainnya, mereka dibawah menuju Borneo pada bulan Agustus atau September 1942. Selain Mardiyem, ada beberapa anak perempuan lainnya yang baru berusia 13 tahun, yaitu Soetarbini dari Tedjokusuman, Karsinah dari Tamansari, dan Jaroem dari Sosrowijayan, selebihnya usia 16 hingga 20 tahun. 

Mardiyem sangat berharap menjadi pemain sandiwara sesuai janji, namun yang lain-lain ada yang mengharapkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga atau pelayan rumah makan. 

Namun harapan itu sirna setelah mereka berlabuh di Borneo. Belum lama di di Banjarmasin, mereka dibawa ke Hotel Telawang. Mardiyem ditempatkan di kamar No.11. Mereka tidak pernah membayangkan menjadi budak seks militer Jepang. Tubuhnya menjadi pelampiasan puluhan lelaki, silih berganti, siang dan malam setiap hari. 

“Perlakuan seperti binatang, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa,” kenang Mardiyem penuh rasa pahit. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: