Sejarah Jual Beli Budak, Asal Bali Lebih Diminati Pedagang Tionghoa dan Belanda Karena Kuat dan Cantik

Sejarah Jual Beli Budak, Asal Bali Lebih Diminati Pedagang Tionghoa dan Belanda Karena Kuat dan Cantik

Sejarah Jual Beli Budak, Asal Bali Lebih Diminati Pedagang Tionghoa dan Belanda Karena Kuat dan Cantik--

BACA JUGA:Siapa Sangka, Makanan-makanan Ini Ternyata Bukan Asli Indonesia, Tapi Dari Negara Penjajah

BACA JUGA:Perang Kedongdong, Melawan Penindasan dan Sikap Belanda Yang Semena-Mena Pada Rakyat

Perbudakan di Bali juga penuh liku-liku dan diwarnai sejumlah kejadian. Seperti bulan April hingga Juli 1815 Gunung Tambora, di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur, meletus dahsyat.

Kejadian ini menjadikan korban jiwa setidaknya mencapai 117.000 orang dan ditaksir sekitar  ada 25.000 jiwa asal Bali meninggal akibat letusan gunung yang membawa ketebalan debu sekitar 20 centimeter tersebut.

Hingga abad ke -19, penjualan budak masih terus berlangsung, mencapai sekitar 2.000 budak setiap tahun dan menjadi komoditas andalan raja-raja di Bali.

Dalam masa pemerintahan Inggris, era Thomas Stamford Raffles, 1811-1816 (saat Gunung Tambora Meletus) penjualan budak sempat terhenti karena dilarang.

Pelarangan ini sempat mendapat perlawanan dari raja Karangasem dan Buleleng yang tetap ingin melakukan penjualan budak.

Raja Buleleng dan Karangasem saat itu sempat bersekutu melawan Inggris agar tetap melegalkan perbudakan namun Inggris di bawah Raffles tetap melawan pada tahun 1814 dari Banyuwangi.

Pasca Raffles, VOC memperbanyak mendatangkan budak. Ini dilakukan untuk keperluan peperangan.

Perang Diponegoro 1825-1830 di Jawa membuat VOC membutuhkan banyak tentara untuk keperluan perang dan mengambil budak dari Bali sebagai prajurit.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: