Mengunjungi Perkebunan Cengkih di Maluku, Tempat Menyaksikan Warisan Penjajah yang Masih Beraroma
Mengunjungi Perkebunan Cengkih di Maluku, Tempat Menyaksikan Warisan Penjajah yang Masih Beraroma--
Pada abad ke-17, Belanda menggantikan Portugis sebagai kekuatan maritim dan perdagangan di Asia. Belanda mendirikan VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie pada tahun 1602 sebagai perusahaan dagang yang memiliki monopoli perdagangan rempah-rempah.
VOC kemudian menguasai jalur perdagangan cengkih dari Maluku dan Asia Tenggara. VOC juga mencari daerah-daerah baru yang cocok untuk menanam cengkih. Salah satu daerah yang dipilih adalah Pulau Ambon.
BACA JUGA:Pemkab Mukomuko Usulkan Bangunan Embung ke BWS untuk Persediaan Air Sawah Petani Ipuh
BACA JUGA:Kisah Perlawanan Suku Nias Saonigeho, Belanda Putus Asa Karena Selalu Gagal dan Dikalahkan
VOC mulai menanam cengkih di Pulau Ambon pada tahun 1605.
VOC membawa bibit cengkih dari Pulau Ternate dan Tidore dan menanamnya di daerah-daerah yang telah dibebaskan dari pengaruh Kesultanan Ternate dan Tidore.
VOC juga mempekerjakan penduduk setempat sebagai buruh tani.
Perkebunan cengkih di Pulau Ambon berkembang pesat dan menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi VOC. Cengkih yang diproduksi di sini memiliki kualitas dan kuantitas yang tinggi. Cengkih ini diekspor ke Eropa dan dijual dengan harga tinggi.
Perkebunan cengkih di Pulau Ambon tidak hanya memberikan keuntungan bagi VOC, tetapi juga bagi masyarakat setempat.
Perkebunan ini menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak orang. Perkebunan ini juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya di daerah ini.
Perkebunan cengkih di Pulau Ambon tetap bertahan hingga kini. Perkebunan ini menjadi warisan penjajah yang masih beraroma.
Perkebunan ini menjadi salah satu produsen cengkih terbesar di Indonesia dan dunia. Perkebunan ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata di Maluku.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: