Tugas Babu Era Penjajahan Belanda di Indonesia, Sumur, Dapur, Kasur hingga Babak Belur

Tugas Babu Era Penjajahan Belanda di Indonesia, Sumur, Dapur, Kasur hingga Babak Belur

Tugas Babu Era Penjajahan Belanda di Indonesia, Sumur, Dapur, Kasur hingga Babak Belur--

RADARMUKOMUKO.COM - Orang Belanda yang datang ke Indonesia saat penjajahan menjadi masyarakat kelas satu, sementara orang pribumi menjadi masyarakat kelas sosial paling rendah.

Orang-orang Belanda atau Eropa berlomba membangun rumah sebagus, semewah dan sebesar mungkin, karena rumah mereka menjadi ukuran kekayaan dan gengsi. 

Sudah pasti rumah yang besar butuh banyak orang untuk mengurusnya, maka mereka mengangkat budak atau babu untuk mengerjakan banyak pekerjaan rumah. Sebagian dari budak ini didapat dengan dibeli pada penyedia jasa dan sebagian ada yang mereka cari sendiri.

Sebutan Jongos untuk menyebut budak laki-laki, dan Babu untuk menyebut budak perempuan. Semakin banyak memelihara budak, maka semakin tinggi gengsinya.

Melansir dari berbagai sumber, tugas seorang Babu cukup berat, mereka bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaan rumah, mulai urusan dapur, mencuci atau membersihkan rumah, bahkan tidak sedikit pula babu harus melayani atau menjadi budak s3ks tuannya, terutama bagi tentara atau petinggi Belanda yang tidak membawa istri atau belum beristri.

BACA JUGA:Kisah Cinta Jendral Sudirman dan Alfiah, Rayuan Maut dan Kata-Kata Romantis Hingga Maut Memisahkan

BACA JUGA:Kesaktian Presiden Soekarno Yang Selalu Lolos dari Percobaan Pembunuhan, Ternyata Ini Gurunya

Yang bikin babak belurnya, kadang juga babu dipaksa untuk pekerjaan kasar lainnya, seperti bersihkan kebun dan sebagainya.

Apalagi seorang budak laki-laki atau Jangos, sudah pasti mereka mendapat pekerjaan lebih berat dan kasar, seperti mengurus kuda atau ternak lainnya hingga memelihara kebun.

Tentu para budak ini harus patuh dan nurut, jika melanggar atau tidak beres bekerja dampaknya sudah pasti berat.

Melansir dari voi.id, sebuah cerita datang dari tuan tanah kaya raya bernama Augustijn Michiels atau yang akrab disapa Mayor Jantje pada abad ke-19.

Djoko Soekiman, dalam bukunya Kebudayaan Indis (2011) menjelaskan, pada tahun 1831, rumah tangga Mayor Jantje memerlukan 320 orang budak. 30 orang di antara mereka bertugas sebagai pemain musik yang serba bisa.

''Disamping itu, ada empat penari ronggeng, dua pemain gambang, dan 2 penari topeng. Bahkan orang China juga melatih budak mereka untuk menjadi artis dalam rombongan sandiwara China yang berkembang pesat pada masa itu. Biasanya budak-budak yang pandai menari, dan menyanyi dihargai tinggi,'' kata Djoko Soekiman.

Mayor Jantje juga memiliki budak untuk mengurus kandang kuda. Jumlahnya 24 orang. Di samping itu, Mayor Jantje juga mempekerjakan banyak budak untuk mengurus kebun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: