Tan Malaka, Pahlawan Berjasa Besar Yang Terlupakan Hingga Tak Diketahui Makamnya

Tan Malaka, Pahlawan Berjasa Besar Yang Terlupakan Hingga Tak Diketahui Makamnya

Tan Malaka, Pahlawan Berjasa Besar Yang Terlupakan Hingga Tak Diketahui Makamnya--

RADARMUKOMUKO.COM - Sosoknya merupakan salah satu pahlawan yang memiliki peran intelektual dan sosial politik. Dia banyak melahirkan pemikiran yang berbobot di tengah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Ia juga salah satu tokoh pahlawan revolusioner yang dilupakan di negaranya sendiri.

Sosok tersebut adalah Sutan Ibrahim yang bergelar Datuk Sutan Malaka yang lebih dikenal Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia.

Tan Malaka berasal dari Nagari Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Disanakan ia lahir daru  Ayahnya bernama Rasad Caniago dan ibunya bernama Sinah Simabur.

Tan Malaka adalah pengajar, filsuf, pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri Partai Murba dan penulis Naar de Republiek Indonesia. 

BACA JUGA:9 Pahlawan Nasional Yang Tak Diketahui Makamnya, Hilang Secara Misterius

BACA JUGA:Martha Christina Tiahahu Pahlawan Wanita dari Maluku, Anak Piatu Besar di Medan Tempur

Buku pertama yang ditulis oleh pribumi Hindia Belanda untuk menggambarkan gagasan Hindia Belanda yang merdeka sebagai Indonesia, untuk itu majalah Tempo memberikan julukan Tan Malaka sebagai 'Bapak Republik'.

Melansir dari berbagai sumber, salah satunya marhaenpress.com, Tan Malaka awalnya bersekolah di sekolah dasar kelas dua (Umum), kelas satu hanya untuk kaum Priyayi (Bangsawan), lalu dilanjutkan ke sekolah guru Kweekschool di Fort De Kock, Bukittinggi. 

Dia sangat cerdas, guru-guru di sana bersimpati untuk melanjutkan Tan Malaka ke sekolah guru negeri di Harlem-Belanda, Rijkweekschool.

G.H. Horensma, selaku guru, menyenangi Tan Malaka dan berupaya kerja sama dengan W. Dominicus mendirikan yayasan Engkufonds (para guru). 

Nilai memuaskan setelah ujian, diberangkatkanlah dirinya ke Belanda dengan perbekalan yayasan uang 50 rupiah perbulan. Hadiah keberangkatan adalah sebuah buku Revolusi Perancis dari Horensma, pula pinjaman masa awal studi dicarikannya sebesar 1.500 rupiah.

Pieter Hendrik Van Der Ley, selaku direktur, mencarikan kost untuknya, dibalas tak sopan olehnya dengan berpindah kost ke Jacobijnestraat. 

Dari temannya – Herman, surat kabar Het Volk berisi Sosialisme-Komunisme – Ibu Kost, surat kabar De Telegraaf dengan ini cakrawala politiknya meluas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: