Sejarah Pemberontakan DI/TII Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Ujian Paling Berat Bangsa

Sejarah Pemberontakan DI/TII Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Ujian Paling Berat Bangsa

Sejarah Pemberontakan DI/TII Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Ujian Paling Berat Bangsa--

Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.

Gerakan DI/TII Amir Fatah

Amir Fatah adalah tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. 

BACA JUGA:Teks Proklamasi Ditulis Tangan Soekarno dan Yang Diketik Sayuti Malik Ternyata Ada Perbedaan

Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia ideologi Islam.

 Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam. 

Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI dianggap tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. 

Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo.

Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar

Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Ternyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. 

BACA JUGA:Penindasan, Pelecehan, Romusha Hingga Rasis, Membuat Tentara PETA Memberontak Melawan Jepang

Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN).

Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan.

Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. 

Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: