Tradisi Unik, Perempuan 'Membeli Pria' Adat di Minangkabau, Begini Faktanya

Tradisi Unik, Perempuan 'Membeli Pria' Adat di Minangkabau, Begini Faktanya

Tradisi Unik, Perempuan 'Membeli Pria' Adat di Minangkabau, Begini Faktanya--

Balik kecerita awal, dulunya orang asli Pariaman adalah penduduk pesisir yang memiliki mata pencaharian nelayan. Mereka hidup dari hasil melaut di pantai pariaman. 

Hingga kemudian datang lah orang rantau dari daerah bukit-tinggi Padang Panjang. Mereka merantau dan mulai bertempat tinggal dan berocok tanam sebagai petani di Pariaman.

BACA JUGA:Tradisi Unik Festival Rakyat Jawa Tengah Dugderan, Onomatope Beserta Filosofi dan Tujuannya

Nah para perantau ini ingin mengawinkan anak gadis mereka dengan laki-laki asli Pariaman. Namun, karena orang Pariaman dulunya miskin, dan untuk mengangkat derajat calon suami mereka tersebut, keluarga wanita pun menjemput dan memberikan sejumlah harta untuk calon suaminya dengan tujuan mengangkat derajat calon suaminya tersebut.

Suami mereka pun akan dihormati di keluarga istrinya, dipanggil dengan gelar mereka, misal sidi, bagindo atau sutan. 

Setelah menikah, suami tinggal di rumah istrinya, di rumah tersebut, suami mereka dipanggil dengan hormat sesuai dengan gelarnya, tidak boleh dipanggil dengan nama aslinya.

BACA JUGA:Tradisi Unik di China Menggendong Istri Hamil di Atas Bara Api, Bukti Pengorbanan Cinta Suami

Terkait jumlah uang japuik, menyesuaikan status sosial lelaki tersebut. Semakin tinggi status sosial sang lelaki dan keluarga, maka akan semakin tinggi pula nilai uang japuik. 

Ukuran status sosial ditentukan dengan gelar laki-laki yang diperoleh dari ayah, yakni apakah bergelar sidi (saidina/orang alim), sutan (sultan) dan bagindo (baginda). 

Dahulu, alat ukur untuk uang japuik bukanlah uang rupiah, melainkan ameh atau emas. Besaran nilainya terhitung sekitar satu ameh atau setara dengan 2,5 gram emas. 

BACA JUGA:Tradisi Medudun atau Medok, Ritual Pernikahan Suku Tidung yang Mengharuskan Pasangan Tidak Mandi 3 Hari

Besaran uangnya ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Uang jemputan ini bukan termasuk mahar tetapi merupakan biaya yang dikeluarkan pihak perempuan untuk membawa lelaki untuk tinggal dikeluarga pihak perempuan.

Tradisi ini termasuk kedalam unsur Adat Nan Diadatkan yang memang dapat berubah dan diubah dengan cara musyawarah.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: