Tradisi Unik Festival Rakyat Jawa Tengah Dugderan, Onomatope Beserta Filosofi dan Tujuannya

Tradisi Unik Festival Rakyat Jawa Tengah Dugderan, Onomatope Beserta Filosofi dan Tujuannya

Tradisi Unik Festival Rakyat Jawa Tengah Dugderan, Onomatope Beserta Filosofi dan Tujuannya--

RADARMUKOMUKO.COM - Di Kota Semarang, Jawa Tengah, ada sebuah tradisi khas yang dilakukan untuk menyambut datangnya bulan puasa ini, yaitu Dugderan.

Dugderan adalah festival rakyat yang diadakan setiap tahun sebelum Ramadan tiba. 

Nama Dugderan berasal dari onomatope (peniruan bunyi) dari suara bedug dan mercon yang menjadi ciri khas acara ini. 

Bedug dipukul oleh wali kota sebagai penanda telah memasuki bulan puasa, sementara mercon dinyalakan oleh masyarakat sebagai bentuk kegembiraan dan semangat beribadah.

BACA JUGA:Hebat, Bank Mandiri Taspen Layani Pinjaman Rp 350 Juta Hingga Rp 500 Juta

Tradisi Dugderan sudah ada sejak tahun 1882, pada masa Kebupatian Semarang di bawah kepemimpinan Bupati R.M. Tumenggung Ario Purbaningrat. 

Saat itu, bupati dan pejabat setempat harus berdiskusi dengan ulama Masjid Kauman untuk menentukan awal puasa. 

Hasil diskusi kemudian diarak dari Masjid Kauman menuju Masjid Agung Jawa Tengah untuk diserahkan kepada wali kota. 

Wali kota lalu mengumumkan hasilnya kepada masyarakat dengan memukul bedug dan menyalakan mercon.

BACA JUGA:Perlawanan Pattimura Menumpas Penjajah Belanda, Berakhir Karena Penghianatan

Sekarang, Dugderan diadakan seminggu sebelum Ramadan dan berlangsung selama seminggu hingga H-1 puasa pertama. 

Acara ini dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan budaya, pameran, bazar, dan kuliner khas Semarang. 

Salah satu ikon Dugderan adalah Warak Ngendog, sebuah boneka naga berkepala bebek yang melambangkan keberagaman dan toleransi antar umat beragama. Warak Ngendog biasanya diarak bersama dengan gamelan dan barongsai.

BACA JUGA:Tes Sirkuit Baru Uji SIM Polres Mukomuko, Jalur Sederhana dan Mudah Dilewati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: