Ini Sejarah Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Ini Sejarah Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Ilustrasi Rumah Gadang Minangkabau--

Dalam beberapa kali perundingan antara Kaum Padri dan masyarakat adat tidak tercapai kesepakatan. Konflik ini menimbulkan keresahan di beberapa desa Kerajaan Pagaruyung hingga tahun 1815 ketika Kaum Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Lintau menyerang Kerajaan Pagaruyung dan pecah perang di Koto Tangah. 

Serangan ini memaksa Sultan Arif Muningsah menyingkir dan melarikan diri dari ibukota kerajaan. 

BACA JUGA:Kisah Perlawanan Cut Meutia Pahlawan Cantik dan Anggun dari Aceh

Kepemimpinan Harimau nan Salapan hampir membawa Kaum Padri kepada kemenangan dalam perang ini.

Namun kemudian pada tahun 1821 Kaum Adat yang terdesak meminta bantuan pada pemerintah Kolonial Belanda. 

Pada tanggal 4 Maret 1822, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letnan Kolonel Raaff berhasil memukul mundur Kaum Padri keluar dari Pagaruyung. 

BACA JUGA:Sejarah Perang Kemang atau Belasting, Perlawanan Rakyat Sumatera Barat

Kemudian Belanda membangun benteng pertahanan di Batusangkar dengan nama Fort Van der Capellen, sedangkan Kaum Padri menyusun kekuatan dan bertahan di Lintau. 

Pada tanggal 10 Juni 1822 pergerakan pasukan Belanda di Tanjung Alam dihadang oleh Kaum Padri, namun pasukan Belanda dapat terus melaju ke Luhak Agam. 

Pada tanggal 14 Agustus 1822 dalam pertempuran di Baso, yang membuat pemimpin pasukan Belanda yaitu Kapten Goffinet menderita luka berat kemudian meninggal dunia pada 5 September 1822. 

BACA JUGA:Gagal Pinjam KUR, Bisa Ajukan BRI Kupedes Hingga Rp 250 Juta, Ini Keunggulannya

Pada bulan September 1822 pasukan Belanda terpaksa kembali ke Batusangkar karena terus tertekan oleh serangan Kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh. 

Pada 13 April 1823, setelah mendapat tambahan pasukan maka Letnan Kolonel Raaff mencoba kembali menyerang Lintau. Namun Kaum Padri dengan gigih melakukan perlawanan, sehingga pada tanggal 16 April 1823 Belanda terpaksa kembali ke Batusangkar. 

BACA JUGA:Aparat Gencarkan Pengawasan Pangkalan Gas Elpiji 3 Kilo

Pada tahun 1824, raja terakhir Minangkabau yaitu Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah kembali ke Pagaruyung atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, namun pada tahun 1825 beliau wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: