Ini Sejarah Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Ini Sejarah Asal Usul Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Ilustrasi Rumah Gadang Minangkabau--

RADARMUKOMUKO.COMAdat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" yang artinya "Adat Minangkabau berlandaskan kepada agama Islam, dan agama Islam berlandaskan kepada Al-Qur'an" dan menjadi puncak revolusi Islam dalam Adat Minangkabau.

Namun sebelum istilah ini diterapkan oleh masyarakat Minang Kabau, terjadi salah satu perang yang sangat menyita warga Minangkabau dan Sumatera pada umumnya adalah Perang Padri yang juga dikenal sebagai Perang Minangkabau.

Kaum Padri adalah umat muslim yang ingin menerapkan Syariat Islam di negeri Minangkabau di Sumatera Barat

BACA JUGA:Sejarah Perang Kemang atau Belasting, Perlawanan Rakyat Sumatera Barat

Sedangkan kaum Adat mencakup para bangsawan dan ketua-ketua adat. Mereka meminta tolong kepada Belanda, yang kemudian ikut campur pada tahun 1821 dan menolong kaum Adat mengalahkan faksi Padri.

Melansir dari berbagai sumber, Perang Padri terjadi dari tahun 1803 sampai 1837 di Sumatera Barat tersebut terjadi antara kaum Padri dan Adat. Juga disebutkan, pertempuran terjadi di daerah Sumatera Barat terbagi ke dalam dua periode yang terpisah, yaitu pada tahun 1821-1825 dan 1830-1837.

Adapun yang melatar belakangi perang Padri, bermula dari konflik antara para ulama dan penduduk pribumi atas pelaksanaan ajaran Islam di Minangkabau. 

BACA JUGA:Simak! Ini Penjelasan BPN Soal Take Over HGU BBS ke DDP

Kaum padri yang terdiri dari berbagai ulama menolak adat-istiadat yang banyak dipraktikkan oleh penduduk asli di sekitar kerajaan Pagaruyung. 

Pada dasarnya, penduduk asli dan kerajaan Pagaruyung juga memeluk Islam, namun dianggap tidak serius oleh kaum Padri meninggalkan adat, hingga menyebabkan perang pada tahun 1803.

Perang Padri dimulai tidak lama setelah kembalinya tiga ulama Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang dari Mekkah sekitar tahun 1803, yang ingin memperbaiki Syariat Islam, yang tidak sepenuhnya diterapkan oleh masyarakat Minangkabau. 

Mengetahui hal tersebut, Tuanku Nan Renceh sangat tertarik dan kemudian ikut mendukung keinginan ketiga ulama tersebut. Bersama para ulama lainnya, delapan tokoh ini dikenal sebagai Harimau Nan Salapan (Harimau Delapan).

BACA JUGA:7 Keunikan Suku Mentawai, Tato Tertua Hingga Peramu Racun

Harimau Nan Salapan kemudian meminta kepada Tuanku Lintau, yang berkerabat dekat dengan Yang Tuanku Pagaruyung Sultan Arifin Muningsah, untuk mengajak penduduk pribumi agar meninggalkan beberapa adat yang bertentangan dengan ajaran Islam. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: