Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat serta agama. Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan maka barulah Raja Pagaruyung (Raja Alam) turun tangan menyelesaikannya.
Bangunan asli dari istana ini awalnya berlokasi di Bukit Batu Patah. Setelah insiden tahun 1804 istana ini didirikan kembali, tetapi terbakar habis pada tahun 1966.
BACA JUGA:4 Suku Asli Minangkabau, 2 Sistem Kekuasaan Adat yang Disebut Sebagai Kelarasan
BACA JUGA:Tradisi Uang Jemputan Bukan 'Membeli Pria' dan Bukan Adat Minangkabau, Begini Faktanya
Pada 27 Desember 1976 upaya rekonstruksi ulang kembali dilakukan dengan ditandai peletakan tunggak tuo (tiang utama) oleh Gubernur Sumatera Barat saat itu, Harun Zain. Istana ini dibangun kembali di lokasinya yang baru di sisi selatan bangunan asli, yaitu di lokasinya saat ini.
Pada 27 Februari 2007, istana ini kembali terbakar akibat tersambar petir. Upaya pembangunan kembali berlangsung antara tahun 2008-2012 dengan menelan dana lebih dari Rp. 20 Miliar. Arsitektur aslinya tetap dipertahankan meskipun sebagian besar peninggalan barang berharga di dalamnya musnah dan hanya tersisa sekitar 15 persen.
Sekarang istana pagaruyung menjadi salah satu tujuan wisata yang tidak pernah sepi dari pengunjung. Bukan saja wisatawan dalam negeri, tapi juga dari mancanegara.*