Adapun yang melatarbelakangi lahirnya polisi wanita, yaitu dari kesulitan saat proses pemeriksaan fisik tersangka atau saksi wanita yang terlibat dalam suatu kasus.
Apalagi saat itu tengah terjadi Agresi Militer Belanda II, sehingga mayoritas masyarakat memilih mengungsi untuk menghindari titik-titik peperangan.
BACA JUGA:Wanita Simpanan Belanda 'Nyai' Saritem, Dibalik Eks Pusat Pelacuran Terbesar di Kota Kembang
Untuk mencegah penyusupan, para pengungsi harus diperiksa oleh polisi. Namun, pengungsi wanita tidak bersedia digeledah secara fisik oleh polisi pria.
Kondisi ini membuat para polisi sering kali meminta bantuan istri mereka atau Bayangkari dan pegawai sipil wanita untuk melakukan pemeriksaan fisik.
Seperti diketahui, 1 September adalah hari lahirnya polisi wanita yang diperingati setiap tahun. Penetapan ini sesuai dengan 1 September 1948 Polwan pertama resmi menjalani pendidikan, tanggal tersebut kemudian dinyatakan sebagai hari lahirnya polisi wanita.
Belum lama enam Polwan ini menjalankan pendidikan, karena situasi Indonesia pada saat itu belum stabil. Pada tanggal 19 Desember 1948 pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi ditutup karena agresi militer Belanda II.
Pada tanggal 19 Juli 1950, setelah diakuinya kedaulatan Indonesia, keenam polisi wanita tersebut kembali dipanggil untuk kembali melanjutkan pelatihan mereka di SPN Sukabumi. Selama menjalani pendidikan kepolisian, mereka belajar tentang ilmu sosial dan pendidikan.
Selain itu, mereka juga mempelajari bermacam-macam ilmu bela diri seperti anggar, jiu jitsu, judo, dan pendidikan militer lainnya.*