Ketika Presiden Soekarno mengumandangkan Trikora, ia menjadi contoh sosok orang muda Papua dan bersama Bung Karno ikut menyerukan Trikora di Yogyakarta.
BACA JUGA:Nyai Dasima Simpanan Orang Kaya Inggris Batavia, Berakhir Tragis Setelah Dinikahi Pria Beristri
Ia juga turut menyerukan seluruh masyarakat di wilayah Irian Barat supaya mendukung penyatuan wilayah Irian Barat ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada 1962, diadakanlah Perjanjian New York. Ia menjadi salah satu delegasi bersama Menteri Luar Negeri Indonesia.
Isi dari perjanjian itu akhirnya mengharuskan pemerintah Kerajaan Belanda untuk bersedia menyerahkan wilayah Irian Barat ke tangan pemerintah Republik Indonesia.
Ketika pawai 17 Agustus di depan istana (waktu itu belum ada Monas), Dimara mengenakan rantai yang terputus.
Bung Karno melihat itu dan terinspirasi membuat patung pembebasan Irian Barat di lokasi yang hanya berjarak tidak sampai 1,5 km dari Istana negara, yakni di Lapangan Banteng.
Machmud Singgirei Rumagesan
Machmud Singgirei Rumagesan merupakan pahlawan nasional yang baru ditetapkan tahun 2020 lalu berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 117/TK/2020.
Machmud Singgirei Rumagesan adalah Raja muda di Fakfak, ia menjabat sebagai Raja Sekar di usia 21 tahun dengan gelar Raja Al Alam Ugar Sekar (Raja yang lahir dan tumbuh tanpa pengaruh dan kuasa dari kerjaan lain).
Raja Singgirei dikenal sebagai pejuang Papua, ia memimpin Gerakan Tjendrawasih Revolusioner Irian Barat (GTRIB) pada 1953 dan Gerakan Organisasi Pemuda Cendrawasih Muda.
Gerakan ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Republik Indonesia dalam memperjuangkan pembebasan Irian Barat dari kolonial Belanda.
Bersama Raja Rumbati dan Ibrahim Bauw, Raja Singgirei menyerukan perlawanan melalui mimbar-mimbar di masjid untuk menentang penjajahan Belanda.
Atas aksi perlawanan tersebut, ia pernah beberapa kali di tawan oleh Belanda dan mendekam di beberapa penjara, seperti Saparua, Sorong-Doom, Manokwari, Hollandia hingga diasingkan ke Makassar.
Perjuangan yang ia lakukan berujung manis saat Irian Barat berhasil merdeka pada Desember 1949. Keberhasilan ini membawanya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Republik Indonesia pada periode 1959-1965.