Saat Ibu Kota Dipindahkan ke Yogyakarta, Peran Besar Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Rabu 23-08-2023,07:00 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

RADARMUKOMUKO.COM - Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan, yaitu pada tanggal 29 September 1945 Belanda dengan cara membonceng tentara Sekutu NICA (Netherland Indies Civil Administration) kembali masuk ke Indonesia. 

Jakarta sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia tidak aman lagi, ancaman teror dan intimidasi dari pasukan Sekutu dan Belanda yang ingin mengambil alih tapuk pemerintahan Bangsa Indoensia dari bangsa Jepang terus terjadi.

BACA JUGA:Sejarah Pemberontakan DI/TII Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Ujian Paling Berat Bangsa

Belum lagi kondisi ekonomi Indonesia saat itu sedang sangat butuk, bahkan khas negara mengalami kekosongan.

Awalnya Sukarno, Mohammad Hatta, dan sejumlah petinggi pemerintahan RI lainnya mencoba bertahan sebisa mungkin di ibu kota.

Situasi yang terjadi di Jakarta sudah semakin tak kondusif, menyaksikan hal tersebut Soekarno segera menggelar rapat terbatas pada 1 Januari 1946 di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.

Dari hasil rapat tersebut, pemerintah Indonesia sepakat untuk mengendalikan jalannya pemerintahan dari lingkup daerah. 

BACA JUGA:Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus

Kemudian pada 2 Januari 1946, mengetahui kondisi di Jakarta yang sedang tidak aman, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Pakualam VIII mengirimkan sebuah surat pada 2 Januari 1946.

Isi dari surat itu adalah apabila pemerintah RI bersedia, mereka bisa memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta hingga kondisi aman kembali.

Presiden Soekarno menyambut dengan sangat baik masukan dari Sultan. Keesokan harinya, dalam sidang kabinet tertutup, tawaran tersebut didiskusikan oleh Soekarno bersama kawan-kawannya. 

Hasil perundingan adalah Presiden Soekarno setuju untuk memindah ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta.

BACA JUGA:Peristiwa Rengasdengklok, Saat Golongan Muda Menculik Soekarno-Hatta Jelang Proklamasi

Pada 3 Januari 1946, Presiden Soekarno melakukan upaya evakuasi. Mengingat saat itu Jakarta diawasi ketat oleh NICA, maka salah satunya jalan untuk bisa melakukan proses evakuasi adalah lewat kereta api.

Pada 3 Januari 1946 tengah malam, gerbong kereta api C. 2809 buatan Jerman yang melintas dimatikan lampunya. Harapannya, Sekutu atau NICA akan mengira kereta api tersebut hanyalah kereta biasa yang sedang melintas menuju Stasiun Manggarai.

Kategori :