RADARMUKOMUKO.COM - Tradisi bakar tongkang Riau adalah salah satu ritual tahunan yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan dan pengucapan syukur kepada Dewa Kie Ong Ya, dewa pelindung para perantau Tionghoa yang datang ke Indonesia.
BACA JUGA:Tradisi Kawin Lari Suku Kalash Pakistan, Wanita Haid dan Hamil Tinggal di Rumah Bashaleni
Sejarah tradisi ini bermula dari kisah perantauan sekelompok orang Tionghoa dari Provinsi Fujian, Cina Selatan, yang berlayar menggunakan kapal tongkang pada tahun 1826.
Di tengah perjalanan, mereka tersesat dan tidak menemukan arah. Mereka pun berdoa kepada Dewa Kie Ong Ya untuk memberi petunjuk.
Tak lama kemudian, mereka melihat kilatan cahaya di langit yang mengarah ke Selat Malaka.
Mereka pun mengikuti cahaya tersebut dan tiba di sebuah pulau di Selat Malaka.
BACA JUGA:Jika Seorang Ayah Gagal Dalam Tradisi Lompat Kerbau Bayinya akan Dibuang, Termasuk Anak Cacat
Pulau tersebut kemudian menjadi tempat tinggal mereka dan diberi nama Bagansiapiapi, yang berarti api di atas air.
Mereka pun membakar kapal tongkang terakhir yang mereka gunakan sebagai tanda syukur dan persembahan kepada Dewa Kie Ong Ya.
Sejak saat itu, tradisi bakar tongkang dilakukan setiap tahun pada tanggal 15 bulan 6 penanggalan Imlek.
BACA JUGA:Tradisi Kawin Lari Suku Kalash Pakistan, Wanita Haid dan Hamil Tinggal di Rumah Bashaleni
Prosesi tradisi ini melibatkan pembuatan replika kapal tongkang yang terbuat dari bambu dan bahan-bahan organik lainnya.
Replika kapal tersebut memiliki ukuran tinggi 8,5 meter, lebar 1,7 meter, dan berat 400 kg. Replika kapal disimpan semalam di klenteng Hok Hok Eng untuk diberkati oleh para biksu.
Keesokan harinya, replika kapal dibawa ke tempat pembakaran yang biasanya berada di tanah lapang atau pinggir laut.