Kiai Moenasir Danyon Condromowo Bisa Menghilang, Bikin Nyali Penjajah Ciut

Senin 07-08-2023,04:00 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

Sehingga Mayor Moenasir kembali ke Jombang untuk menyusun kekuatan. Ia merekrut para santri Tebuireng dan sekitarnya agar pasukannya kembali menjadi sebuah batalyon.

Lensir dari berbagai sumber, seperti kabarmojokerto.id, detik.com dan lainya, Keponakan Kiai Moenasir, Muhammad Habibullah menceritakan bahwa pamannya itu mengawali perjuangannya dengan mendapat pelatihan militer dari penjajah Jepang di Cibarusah, Bekasi, Jabar.

Kala itu Moenasir tergabung dalam Heiho, serdadu cadangan yang dibentuk Jepang untuk melawan tentara sekutu.

Selepas pelatihan militer tersebut kemudian Kiai Moenasir memilih bergabung dengan Laskar Hizbullah yang dibentuk 14 Oktober 1944 dengan usianya sekitar 25 tahun. Hizbullah dibentuk atas usulan KH Wahid Hasyim, putra pendiri NU sekaligus pendiri Ponpes Tebuireng, Jombang KH Hasyim Asy’ari.

“Pulang dari pelatihan militer di Cibarusah, beliau melatih anak buahnya di Hizbullah untuk perang, dilatih pendidikan militer. Sehingga ketika menjelang kemerdekaan beliau mempunyai pasukan. Sebelum dilatih Jepang, beliau sudah bergerilya berperang, tapi belum membentuk komunitas pasukan,” kata Habibullah di rumahnya, Jalan Raya Desa Pekukuhan.

BACA JUGA:9 Perang Besar Bangsa Indonesia Melawan Penjajah, Nomor 8 Pasti Ingat

Sebelum mengikuti pelatih militer Jepang, Kiai Moenasir sempat menimba ilmu di Ponpes Tebuireng, KH Wahid Hasyim kemudian menjadikan Moenasir sebagai salah satu kader inti Madrasah Nidzomiyah.

Sedangkan di karir militernya untuk NKRI, Moenasir memiliki NRP 10512 dikenal ahli perang gerilya. Namun, ia memutuskan pensiun dini 31 Maret 1953 dengan pangkat mayor. Terakhir kali menjabat Danyon Condromowo di Gunungsari Surabaya.

Isno Woeng Sayun dalam bukunya berjudul Biografi Kiai Mojokerto menuturkan Moenasir pulang kampung tahun 1939 setelah menimba ilmu di beberapa pesantren. 

Ia bergabung dengan Persatuan Petani NU dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Mojokerto yang dibentuk tahun 1938. Kala itu Ansor di Bumi Majapahit didirikan teman sesama santri Ponpes Tebuireng, KH Achyat Chalimi.

BACA JUGA:Peristiwa Bandung Lautan Api, Pengorbanan Melawan Penjajah

“Di Ansor inilah dunia aktivisnya ditempa. la mendampingi masyarakat dikala masa-masa sulit dijajah Jepang,” terangnya.

Ketua PC Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Kabupaten Mojokerto ini menjelaskan Moenasir dipercaya menjadi Wakil Ketua Laskar Hizbullah Mojokerto karena kegigihannya dalam berjuang. Ia ikut merampas senjata Belanda menjelang kedatangan pasukan Jepang tahun 1942.

Ketika KH Hasyim Asy’ari ditahan penjajah, ia ikut berunjuk rasa agar gurunya itu dibebaskan. Ini menjadi bentuk totalitas Kiai Moenasir untuk perjuangan Indonesia.

Moenasir juga terlibat mengambil alih markas tentara Jepang di timur Alun-alun Kota Mojokerto. Ia lantas memobilisasi para pemuda untuk berjihad ke Surabaya untuk menghalau tentara sekutu pada November 1945.

Bahkan, Munasir Ali juga menjadi staf Dewan Perjuangan Daerah Suarabaya (DPDS) yang kemudian membentuk Tentara Rakyat Djelata berjumlah 2000 orang.

Kategori :