Kiai Moenasir Danyon Condromowo Bisa Menghilang, Bikin Nyali Penjajah Ciut

Senin 07-08-2023,04:00 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

RADARMUKOMUKO.COM - Ulama dan para santrinya menjadi salah satu pejuang garis depan bangsa Indonesia melawan penjajah negeri. Pekikan jihad yang dikobarkan membuat persenjataan canggih penjajah bukan hal yang menakutkan bagi para perjuang ini.

Maka kalangan pesantren memiliki hubungan historis yang sangat kuat dengan Negara Republik Indonesia dan khususnya TNI. Itu sebabnya, ketika Negara Indonesia menghadapi ancaman, baik ancaman territorial maupun ideologis, kalangan pesantren secara refleks akan terpanggil untuk menjadi garda depan yang bersedia syahid untuk negerinya. 

BACA JUGA:Hebat, Suku Ternate Kesultanan Bermatabat Yang Dihormati Rakyat dan Disegani Penjajah

Salah satu ulama yang cukup dikenal dan berperan melawan penjajah adalah Kiai Muhammad Moenasir Ali. Ia lahir di Desa Modopuro, Mojosari, Kabupaten Mojokerto 2 Maret 1919 dari pasangan Haji Ali dan Hasanah. Ayahnya diketahui sebagai seorang kepala desa atau lurah yang kaya raya.

Kiai Moenasir secara umum memberikan andil besar dalam mengusir penjajah dari ibu pertiwi. Dirinya yang bergabung hingga melatih dalam kelompok militer didikan Nahdlatul Ulama.

Sejak lulus pesantren, ia mengangkat senjata hingga menjadi Komandan Batalyon (Danyon) Condromowo dan dikenal dengan ahli perang gerilya.

BACA JUGA:Penjajahan Jepang di Indonesia, Singkat Tapi Kejam dan Menyebab Kerugian Besar

Sosoknya juga dikenal sakti, ia memiliki ilmu  Condromowo dan karena itu ia dipercaya menjadi komandan batalyon yang  diberi nama Condomowo. Condro artinya mata, mowo artinya bara api. Ilmunya terkenal dapat menghilang, tidak terlihat oleh musuh.

Kisahnya pernah suatu malam, Kiai Moenasir dan pasukannya turun dari Pacet untuk menyerang tentara kolonial Belanda yang bermarkas di utara Alun-alun Kota Mojokerto. Sebab, ia menerima informasi penjagaan pasukan penjajah sedang renggang.

Saat sampai di Jembatan Brangkal yang sekarang menjadi jalan nasional Surabaya-Madiun, Moenasir dan pasukannya berpapasan dengan patroli tentara Belanda bersenjata lengkap dan panser.

BACA JUGA:Sejarah Perlawanan Panjang Rakyat Lebak Terhadap Penjajah Belanda

Karena mendadak, beliau tidak bisa lari, kalau lari akan terlihat oleh musuh. Beliau menyuruh anak buahnya pegangan berantai ke pundaknya. Saat Belanda lewat, beliau dan pasukannya tak terlihat. Padahal posisi mereka di atas jembatan.

Selain tak terlihat, ilmu Condromowo yang dimiliki Kiai Moenasir konon juga bisa membuat nyali musuh ciut hanya dengan menatap matanya. 

Penulis Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq menuturkan, Batalyon 39 Moenasir hampir musnah karena dibombardir pasukan kolonial Belanda. Kiai Moenasir mampu meloloskan diri dari kepungan serdadu penjajah di Dlanggu, Kabupaten Mojokerto pada 12 Februari 1949.

BACA JUGA:Suku Yang Sulit Ditaklukkan Penjajah, Dua Diantaranya di Sumatera

Kategori :