Cerita Kerajaan Anak Sungai di Mukomuko Bengkulu

Cerita Kerajaan Anak Sungai di Mukomuko Bengkulu

Cerita Kerajaan Anak Sungai di Mukomuko Bengkulu-Ilustrasi-Berbagai Sumber

Pada tahun 1798, Sultan Mukomuko mengadu ke Fort Marlborough mengenai kekejaman Residen Inggris, John Campbell, dan meminta supaya residen tersebut diberhentikan. 

Pada akhir tahun 1804, Sultan Asing, saudara Sultan Mukomuko, bersama-sama dengan Pa Munchu dan Sultan Sidi (kepala- kepala daerah pegunungan) menentang Inggris dan turun ke Ipuh di daerah kompeni, membakar beberapa dusun serta membawa lari sejumlah penduduk. 

Pada tanggal 22 November 1804, dari Fort Marlborough dikirim satu ekspedisi tentara kompeni ke Ipuh untuk menangkap pemberontak. Pasukan ini di bawah pimpinan Letnan Hasting Dare, berkekuatan 83 tentara Sipai dan opsirnya, 5 laskar dengan 22 narapidana Benggali dan 18 pengawal Bugis.

Pada tanggal 3 Desember 1804 ekepedisi ini sampai di Ipuh lalu mulai masuk ke pedalaman dan daerah pegunungan melalui sungai, hutan belantara dan jalan setapak untuk mengejar pemberontak yang mengundurkan diri ke pedalaman. Maka, terjadilah pertempuran sengit dan pemberontak mundur lagu ke pegunungan sehingga mereka tidak tertangkap.

Ekspedisi ini sampai di Mukomuko tanggal 14 Maret 1805. Kekuatan mereka ini hanya untuk memperlihatkan kekuatan EIC saja, dan pada tanggal 22 Maret Inggris meninggalkan Mukomuko menuju ibukota Bengkulu.

Pada masa Stanford Thomas Raffles di Bengkulu pada tanggal 4 Juni 1818 menghapus sistem taham paksa lada yang dilakukan oleh Komisaris Ewer yang kenyataannya sangat memberatkan rakyat sehingga rakyat merasa betul-betul dieksploitasi oleh para pejabat kompeni.

Kemudian Sultan Mukomuko, Pangeran Sungai Lemau, dan Pengeran Sungai Itam dijadikan pejabat pemerintah kolonial dengan gaji tertentu. 

Setiap keluarga membayar satu dollar spanyol setiap tahunnya sebagai ganti rugi dari penghapusan sistem tanam paksa.

Terhadap kerajaan Mukomuko, pos Residen Inggris dihapuskan dan pemerintah kerajaan diserahkan kepada Sultan Mukomuko, Hidayat Syah (1789-1828), dengan diberi 600 ringgit sebulan.

Setelah Bengkulu diserahkan ke Belanda dari Inggris kerajaan Mukomuko menjadi kabupaten sendiri (landschappen) dengan wilayah Negeri Empat Belas Kota, Lima Kota (Bantal), dan Proatin Nan Kurang Satu Enam Puluh (Seblat). 

Wilayah ini meliputi 89 dusun dan berpenduduk 9.448 jiwa. Sedangkan tunjangan Sultan Mukomuko, Hidayat Syah (1789-1828) yang mendapat tujuan bulanan diteruskan oleh Belanda, kemudian secara diam-diam dihentikan. Selama E. Francis (1830-1832) bertugas di Bengkulu, Sultan Mukomuko secara berulang kali menanyakan masalah tunjangannya dan dijawab bahwa beliau dapat memperoleh nafkah bagi dirinya sendiri yang layak dengan jalan menarik pajak yang pantas dari rakyat bawahannya.

Dengan keterangan itu, maka Sultan Mukomuko menganggap dirinya merdeka sepenuhnya dan menyatakan bahwa ia tidak lagi menganggap pemerintah Hindia Belanda di Bengkulu berkuasa untuk campur tangan dalam segala urusan yang mengenai daerah Mukomuko.

Pada tanggal 17 Maret 1824 perjanjian antara Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda (traktat London) mengenai wilayah dan perdagangan di Hindia Timur yang ditandatangani di London. Perjanjian ini juga mengakhiri persaingan hebat antara Belanda dan Inggris di Kepulauan Indonesia. Traktat ini sebenarnya memindahkan pengaruh Belanda dan Inggris di Asia Tenggara.

Setelah perjanjian London, Belanda mengangkat B.C. Verploegh menjadi Residen Belanda pertama di Bengkulu (1825-1 (1825-1826), Bengkulu dibagi dalam 9 onderafdeling, salah satu di antaranya adalah Mukomuko dengan 5 distrik. Verploeg berusaha keras memperbaiki ber- bagai bidang kehidupan yang sempat merosot akibat kebijakan Raffles. 

Walaupun demikian, usahÄ… Belanda pada awal abad 19 ini mengalami kesulitan, bukan saja di Bengkulu tetapi di Hindia Belanda secara keseluruhan dan di Belanda sendiri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: