Cerita Penjajahan Yang Diajarkan di Sekolah Belanda, Berbeda Dengan Buku Sejarah Indonesia

Cerita Penjajahan Yang Diajarkan di Sekolah Belanda, Berbeda Dengan Buku Sejarah Indonesia

Cerita Penjajahan Yang Diajarkan di Sekolah Belanda, Berbeda Dengan Buku Sejarah Indonesia -Istimewa/Dok-

BACA JUGA:Arogan Ternyata Cara Penjajah, Tapi Arek-Arek Suroboyo Tidak Diam, Ini Kisah Perlawanan Mereka

Juga penting untuk disebutkan bahwa makin banyak orang Belanda sadar akan sejarahnya yang penuh kekerasan, termasuk perbudakan.

Misalnya, patung-patung di Belanda yang memuliakan orang-orang dari masa VOC dan masa kolonial - seperti Jan Pieterszoon Coen dan J.B. van Heutsz - telah dibuang atau sangat dikritik oleh penduduk Belanda setempat.

Kasus menarik lainnya adalah permintaan maaf yang dibuat oleh duta besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan pada tahun 2013. 

Dia meminta maaf atas "ekses yang dilakukan oleh pasukan Belanda antara 1945 dan 1949". Ini agak luar biasa karena ini pertama kali penjabat Belanda minta maaf soal sejarah penjajahan. 

Namun, belum pernah Belanda meminta maaf atas semua peristiwa kekerasan yang terjadi sebelum 1945! Bahkan waktu Raja dan Ratu Belanda, Willem-Alexander dan Maxima, mengunjungi Indonesia pada awal 2020, Willem-Alexander dengan gagap meminta maaf atas kekerasan Belanda yang terjadi pada periode 1945-1949 (bukan yang sebelum 1945).

Kenapa Belanda menunggu lama sekali sebelum minta maaf soal kekerasan 1945-1949? Diasumsikan bahwa para pejabat Belanda tidak ingin meminta maaf karena dapat menyinggung perasaan para veteran Belanda (yang mempertaruhkan nyawa mereka di Indonesia demi negara mereka) dan kerabat para prajurit Belanda yang meninggal pada periode '45 -'49 saat berperang demi negaranya. 

Bahkan, kemungkinan besar pemerintah Belanda takut akan konsekuensi keuangan kalau mengakui pelanggaran HAM lewat permintaan maaf (korban yang masih hidup, atau kerabat mereka, bisa menggugat).*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: