Ki Hajar Dewantara dan Nyi Sutartinah, Kisah Cinta yang Bersemi di Pengasingan

Ki Hajar Dewantara dan Nyi Sutartinah, Kisah Cinta yang Bersemi di Pengasingan

Ki Hajar Dewantara dan Nyi Sutartinah, Kisah Cinta yang Bersemi di Pengasingan--

RADARMUKOMUKO.COM - Ki Hajar Dewantara, yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, ternyata memiliki kisah cinta yang menarik dan inspiratif. 

Dia pernah menikah dengan Nyi Sutartinah, seorang wanita asal Yogyakarta yang menjadi istrinya selama pengasingan di Belanda.

Kisah cinta mereka adalah kisah cinta yang bersemi di pengasingan dan tidak pernah padam meski menghadapi berbagai rintangan.

Ki Hajar Dewantara lahir pada tahun 1889 di Yogyakarta dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, dia adalah putra dari seorang bangsawan Jawa yang juga seorang guru.

Sejak muda, dia sudah tertarik dengan dunia jurnalistik dan politik. Dia menjadi salah satu pendiri Sarekat Islam, organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia.

BACA JUGA:Keris Sakti Milik Pangeran Diponegoro dan Panglima Soedirman, Tahan Peluru dan Bisa Berdiri Jika Ada Belanda

BACA JUGA:Ini 3 Daerah di Provinsi Bengkulu Penerima DAK Tematik Perikanan, Rp4,9 Miliar untuk Mukomuko

Pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara menulis sebuah pamflet berjudul "Als Ik Eens Nederlander Was" (Andai Aku Seorang Belanda) yang mengkritik kebijakan kolonial Belanda di Indonesia.

Pamflet ini menimbulkan kontroversi dan membuatnya ditangkap oleh pemerintah kolonial. Dia kemudian dibuang ke Belanda selama 13 tahun.

Di Belanda, Ki Hajar Dewantara bertemu dengan Nyi Sutartinah, seorang wanita yang juga berasal dari Yogyakarta.

Nyi Sutartinah adalah putri dari seorang pedagang batik yang juga seorang aktivis perempuan. Mereka saling jatuh cinta dan menikah pada tahun 1919.

Selama pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara dan Nyi Sutartinah hidup sederhana dan berjuang bersama untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Mereka juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya, seperti mendirikan perkumpulan mahasiswa Indonesia, mengajar bahasa Indonesia, dan menyelenggarakan pameran seni dan budaya Indonesia.

Pada tahun 1931, Ki Hajar Dewantara dan Nyi Sutartinah akhirnya bisa kembali ke Indonesia setelah mendapat grasi dari pemerintah kolonial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: