Kata Soekarno Terkait 670 Pelacur Kesayangannya, Strategi Jitu Demi Perjuangan Bangsa Indonesia
Kata Soekarno Terkait 670 Pelacur Kesayangannya, Strategi Jitu Demi Perjuangan Bangsa Indonesia--
RADARMUKOMUKO.COM - Lewat tulisan dalam buku "Soekarno: An Autobiography as told to Cindy Adams", mengutip salah satu pernyataan Bung Karno dalam buku tersebut:
"Pelacur adalah mata-mata yang paling baik di dunia. Dalam keanggotaan PNI (Partai Nasional Indonesia) di Bandung, terdapat 670 orang perempuan yang berprofesi demikian dan mereka adalah anggota yang paling setia dan patuh," tulis Soekarno dalam buku berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, cetakan pertama tahun 1966 dilansir dari grid.id.
Jasa-jasa PSK dalam pergerakan revolusi Indonesia banyak yang dituturkan Soekarno pada Cindy Adams, penulis buku tersebut.
Ini sekaligus gambaran dari presiden Soekarno jika kemerdekaan Indonesia direbut bersama-sama, semua golongan terlibat, termasuk para pelacur atau pekerja seks komersial (PSK) yang akrab disebut kupu-kupu malam.
BACA JUGA:5 Tokoh Nasional Yang Pernah Dipenjara Secara Tak Adil Oleh Soekarno, Bukti Politik Itu Kejam
BACA JUGA:Walau Diklaim Hanya Mitos, Pernyataan Indonesia Dijajah Belanda 350 Tahun Diucapkan Soekarno
Soekarno tak segan-segan memuji keikutsertaan wanita tuna susila (WTS) dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kupu-kupu malam ini tak hanya sebagai informan atau mata-mata, bahkan para PSK juga tak masalah untuk menyumbang uang mereka demi kemerdekaan Indonesia.
Tugas mereka menjadi sumber informasi dimata Soekarno tak dapat digantikan oleh pihak manapun kala itu.
Di buku Total Bung Karno karya Roso Daras juga diceritakan, keputusan kontroversial Bung Karno itu bukannya tanpa tentangan.
Ketika mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung, Bung Karno merekrut sekitar 600 lebih pelacur untuk dijadikan anggota. Bung Karno sangat sayang kepada mereka.
Ide gila Bung Karno itu sempat diprotes anggota lelaki. Salah satunya Ali Sastroamidjojo, yang kelak menjadi perdana menteri ketika Indonesia merdeka.
“Sangat memalukan!” Ali memprotes. “Kita merendahkan nama dan tujuan kita dengan memakai perempuan sundal –kalau Bung Karno dapat memaafkan saya memakai nama itu. Ini sangat memalukan!” kecam Ali Sastro bertubi-tubi.
BACA JUGA:Akhir Kisah Nyai Dasima, Wanita Simpanan Tanpa Ikatan Pernikahan di Era Penjajahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: