Perjuangan Siti Manggopoh, Anak Dalam Gendongan Melawan Serdadu Belanda
Perjuangan Siti Manggopoh, Anak Dalam Gendongan Melawan Serdadu Belanda--
RADARMUKOMUKO.COM - Perjuangan Siti Manggopoh dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Ia melakukan perlawanan terhadap kebijakan ekonomi Belanda melalui pajak uang (belasting) hingga angkat senjata.
Siti Manggopoh cukup mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Ia memanfaatkan naluri keperempuanannya secara cerdas untuk mencari informasi tentang kekuatan Belanda.
Sebelum mengobarkan pertempuran, Siti bersama sang suami, Rasyid Bagindo, berhasil menghimpun kekuatan-kekuatan pascaterjadinya Perang Kamang beberapa waktu sebelumnya.
Ia melancarkan serangkaian serangan dari dalam hutan dengan cara mengendap masuk ke area pertahanan benteng Belanda.
BACA JUGA:Kisah Fientje PSK Cantik Yang Berakhir Tragis, Tuan Besar Belanda Yang Akhiri Hidup Dipenjara
Hanya berbekal senjata parang, keris, ruduih dan ladiang (sejenis golok), dengan tekad bulat, Siti memulai serangan di malam hari. “Setapak takkan mundur, selangkah takkan kembali”, begitulah motto hidupnya.
Sebelum menyerang, Siti mengintai kondisi benteng dengan cara menggendong bayinya. Hal ini dilakukan, agar Belanda tidak menaruh curiga. Kemudian, ia berhasil mendapatkan catatan mengenai kekuatan Belanda secara lengkap.
Sang suami, Rasyid Bagindo, bertugas berjaga di luar benteng ketika terjadi penyerangan. Untuk mempersiapkan perlawanan kedua, saat pasukan Siti menggempur pertahanan Belanda di dalam benteng.
Ternyata, tidak perlu menunggu waktu lama, pasukan Siti Manggopoh yang berhasil merangsek masuk ke benteng, berhasil membunuh 53 pasukan penjaga.
Walau mengalami luka saat melakukan gerakan mundur, Siti bersama para pejuang lainnya berhasil lolos dari serangan balasan Belanda.
Sebagai wanita Siti pernah mengalami konflik batin ketika akan mengadakan penyerbuan ke benteng Belanda.
Konflik batin tersebut adalah antara rasa keibuan yang dalam terhadap anaknya yang erat menyusu di satu pihak dan panggilan jiwa untuk melepaskan rakyat dari kezaliman Belanda di pihak lain.
Namun ia segera keluar dari sana dengan memenangkan panggilan jiwanya untuk membantu rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: