Tradisi Kuno Suku di Indonesia dari Sumatera Hingga Papua, Mas Kawin Kepala Hingga Potong Jari

Tradisi Kuno Suku di Indonesia dari Sumatera Hingga Papua, Mas Kawin Kepala Hingga Potong Jari

Tradisi Kuno Suku di Indonesia dari Sumatera Hingga Papua, Mas Kawin Kepala Hingga Potong Jari--

Orang-orang Suku Naulu juga sempat meyakini jika persembahan kepala akan menyenangkan arwah para leluhur sehingga mereka dapat menjaga anak cucunya dengan baik.

Namun, tidak perlu khawatir tradisi ini sudah lama ditinggalkan sejak tahun 1990 walaupun sempat muncul kembali pada tahun 2005.

Tradisi Ngayau, Kalimantan

Ritual yang tidak kalah mengerikan juga bisa ditemui di Pulau Kalimantan, yaitu Kayau atay Ngayau. Ngayau sendiri merupakan ritual pemenggalan kepala pihak musuk yang juga dianggap sebagai salah satu bagian dari upacara inisiasi untuk meningkatkan status seseorang.  Menurut bahasa Dayak, Kayau adalah seorang musuh. 

BACA JUGA:Suku Rejang Bengkulu Ternyata Tak Pernah Dijajah Padahal Lebih Maju, Ini Penyebab dan Alasannya

Sehingga ngayau artinya adalah memburu kepala musuh. Kepala-kepala tersebut umumnya akan dikeringkan atau bisa juga diawetkan untuk menjaga mereka dari marabahaya. 

Namun karena meresahkan, pada masa penjajahan Belanda ke Indonesia sekitar tahun 1872, ritual ini sepakat untuk dihentikan.

Tradisi Ma’Nene, Suku Toraja Sulawesi

Suku Toraja dikenal dengan tradisinya yang beragam, salah satunya yaitu penghormatan kepada leluhur. Tradisi yang dinamakan Ma’Nene ini merupakan tradisi membersihkan jenazah yang telah lama meninggal puluhan bahkan ratusan tahun yang sudah berbentuk mumi.

Masyarakat Suku Toraja akan membersihkan jasad leluhur mereka dan menggantikan baju jenazah yang telah usang dengan baju yang baru dan bersih.

Tradisi Ma’Nene diikuti juga dengan tradisi mayat berjalan, mereka melakukan tradisi ini setiap tiga tahun sekali serentak dengan warga desa lain. Prosesi Ma’Nene bisa memakan waktu sampai satu minggu. 

Tradisi ini dilakukan pada bulan Agustus yaitu setelah musim panen. Masyarakat percaya bahwa tradisi ini tidak boleh dilakukan sebelum masa panen karena dianggap bisa membawa sial hasil panen seperti sawah dan ladang yang mengalami kerusakan.

BACA JUGA:Indonesia Kehilangan Suku Wajak Usai Tiga Gunung Berapi Meletus, Mampu Sebrangi Samudra

BACA JUGA:Suku Bajo, Hidup di Permukaan Laut Mampu Menyelam di Kedalaman Tanpa Alat Bantu

Awal tradisi ini dimulai dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasaek, ia menemukan jenazah dengan kondisi yang memprihatinkan dan akhinya ia membawanya ke rumah untuk dipakaikan baju yang layak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: