Senjata Canggih Belanda dan Jepang Babak Belur Kala Hadapi Sumpit Suku Dayak, Membunuh Dalam Senyap

Senjata Canggih Belanda dan Jepang Babak Belur Kala Hadapi Sumpit Suku Dayak, Membunuh Dalam Senyap

Senjata Canggih Belanda dan Jepang Babak Belur Kala Hadapi Sumpit Suku Dayak, Membunuh Dalam Senyap--

BACA JUGA:Pangeran Antasari Tokoh Perang Banjar Pemimpin Seluruh Suku Sepanjang Sungai Barito

Berkat keganasan dan kengerian senjata yang dimiliki oleh Suku Dayak, maka masyarakat pedalaman Kalimantan bisa hidup dengan nyaman tanpa intervensi dari orang asing.

Kemampuan Suku Dayak dalam menyerang musuh dapat membuat pasukan Belanda tidak menyerang pedalaman Kalimantan. Mereka hanya ada untuk menguasai kota-kota besar.

Anak panah sumpit suku Dayak Punan dilumuri racun getah pohon di dalam hutan yang belum ada obat penawarnya. Dengan demikian, sekali kena sumpit beracun, maka bisa dipastikan orang atau binatang tersebut akan mati.

Mengutib dari okezone.com, tidak hanya Belanda yang gagal menguasai wilayah Kalimantan. Tentara Jepang yang dikenal bengis dan haus darah itu juga tidak bisa menembus pedalaman hutan Kalimantan karena kuatnya persatuan suku Dayak Kalbar.

Perang melawan tentara Jepang ini terjadi pada April hingga Agustus 1944. Perang tersebut dikenal juga dengan Perang Madjang Desa di Embuan Kunyil, Kecamatan Maliau, Kabupaten Sanggau.

Perang ini sangat sadis dan brutal. Berawal dari pengepungan tentara Jepang di gedung Landraadweg, Jalan Jenderal Urip sekarang, pada 1943. Dalam gedung itu, berkumpul 500 orang tokoh Dayak diseluruh Kalbar, untuk sebuah konferensi.

Semua tokoh Dayak di Kalbar datang saat itu. Mulai dari pemuda, alim ulama, wanita, Sultan Sambas, para pangeran dan panembahan, semuanya hadir. Awalnya, pertemuan berlangsung kondusif dengan para wanita dijadikan pelayan. Para pelayana itu lalu menaruh racun ke dalam minuman para opsir tentara Jepang.

BACA JUGA:Keunikan 5 Suku Asli Provinsi Lampung, Dari Bahasa Hingga Tradisi Yang Bikin Kagum

BACA JUGA:Suku Mangaia Dengan Tradisi Gadis Bebas Miliki Pasangan Sebanyaknya dan Mengajari Anak 13 Tahun

Celakanya, aksi ini ketahuan. Jepang sangat marah dan mengumpulkan semua tokoh yang datang. Mereka lalu diangkut dengan menggunakan truk dan dibunuh. 

Sejak itu, pembunuhan oleh tentara Jepang di Kalbar menjadi semakin brutal. Pada 21 Desember 1943, sebanyak 23 orang pemimpin pergerakan dibantai oleh tentara Jepang di pinggir jalan. Kepala mereka dipancung. Tercatat, sebanyak 750 orang lainnya juga dilakukan pembunuhan secara massal oleh Jepang. 

Pada Juni 1943, pemimpin gerakan ilegal yang juga Gubernur Kalimantan BJ Haga akan melakukan pemberontakan. Tetapi rencana ini bocor oleh mata-mata Jepang. 

Sebanyak 275 orang yang dicurigai, kemudian ditangkap dan dibunuh. Nasib BJ Haga tidak kalah buruk. Pembantaian itu dilakuan di Desa Mandor dan dikenal sebagai Peristiwa Mandor.

Saat itu, pembunuhan oleh tentara Jepang hampir berlangsung setiap hari. Tidak hanya membunuh, para tentara Jepang juga melakukan pemerkosaan terhadap para wanita dan merampas semua harta benda milik penduduk. Jika permukaan kota, penaklukan dilakukan dengan mudah. Tidak demikian di kawasan pedalaman Dayak Kalbar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: