Tradisi Pasola Perang Adat, Darah Menyuburkan Tanah, Kisah Cinta Segi Tiga
Tradisi Pasola Perang Adat, Darah Menyuburkan Tanah, Kisah Cinta Segi Tiga--
RADARMUKOMUKO.COM - Salah satu tradisi unik dimiliki bangsa Indonesia adalah tradisi Pasola. Dilansir dari wikipedia, Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola", yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan.
Setelah mendapat imbuhan `pa' (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan. Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan.
Pasola merupakan bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu (agama lokal masyarakat sumba).
Permainan pasola diadakan pada empat kampung di kabupaten Sumba Barat. Antara lain Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Pelaksanaan pasola di keempat kampung ini dilakukan secara bergiliran, yaitu antara bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya.
Dilansir dari sumbabaratkab.go.id, dalam konteks ritual, pasola merupakan tradisi perang adat dimana dua kelompok penunggang kuda saling berhadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing kayu kearah lawan.
Pasola diselenggarakan sekali dalam setahun yaitu pada permulaan musim tanam, tepatnya pada bulan Februari di Kecamatan Lamboya serta bulan Maret di Kecamatan Wanokaka dan Laboya Barat/Gaura.
Sama halnya dengan upacara Bijalungu Hiupaana, tanggal pasti perayaan pasola ditentukan oleh para rato berdasarkan perhitungan bulan gelap dan bulan terang serta dengan melihat tanda-tanda alam.
BACA JUGA:Mengenal Suku Wanita, Suka Menculik Pria Agar Bisa Hamil
Satu bulan sebelum pasola seluruh warga harus mematuhi sejumlah pantangan antara lain tidak boleh mengadakan pesta, membangun rumah dan lain sebagainya.
Upacara Pasola terkait dengan persiapan pengerjaan lahan serta adanya anggapan tentang percikan darah yang mempunyai kekuatan magis menyuburkan dan menghidupkan.
Anggapan tersebut, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, ada hubungannya dengan konsep kejadian yang oleh Gregory Forth (1983) dikatakan terkait kehidupan janin dalam kandungan yang mendapatkan daya hidup dari darah ibu yang dialirkan melalui tali pusat.
Oleh karena itu darah atau sesuatu yang menyerupai darah dipandang mempunyai kekuatan sakti menyuburkan dan menghidupkan. Tragedi Cinta Segi Tiga.
Menurut legenda setempat, pasola merupakan klimaks dari sebuah tragedi cinta segi tiga. Alkisah, berabad-abad silam di kampung Weiwuang hidup tiga bersaudara: Ngongu Tau Matutu, Yagi Waikareri dan Ubu Dula.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: