Wangsa dan Kasta Peninggalan Tradisi Kerajaan Majapahit Yang Masih Lestari di Bali

Wangsa dan Kasta Peninggalan Tradisi Kerajaan Majapahit Yang Masih Lestari di Bali

Wangsa dan Kasta Peninggalan Tradisi Kerjaaan Majapahit Yang Masih Lestari di Bali-Istimewa-Berbagai sumber

• Kesatria untuk Raja dan kaum bangsawan, petinggi kerajaan dan bala tentaranya.

• Waisya untuk abdi keraton, ahli pembuat senjata, cendekiawan, dan lain sebagainya yang berasal dari Jawa.

• Jaba sebutan untuk masyarakat Bali yang ditaklukkan.

Jumlah mereka sebenarnya jauh lebih banyak dibandingkan pendatang dari Majapahit. Namun mereka berada di kelas sosial terendah dan tidak diberi kedudukan dalam pemerintahan.

Penguasa Bali Kuno dari Dinasti Warmadewa yang pada masa ini kehilangan kekuasaan juga melebur ke dalam masyarakat dan terpaksa berada di tingkat paling bawah pada sistem Wangsa.

Pembagian profesi juga diatur dengan sistem Wangsa, karena di masyarakat Bali pekerjaan sifatnya diturunkan.

Sebuah profesi tidak bisa dikerjakan oleh Wangsa lain. Dalam upacara keagamaan, jumlah sesajen juga ditentukan oleh kedudukan dalam Wangsa.

BACA JUGA:Terbelit Hutang, RSUD MM Kehilangan Kepercayaan Supplier Obat

Sementara untuk pernikahan, seorang wanita dari tri wangsa tidak boleh menikah dengan seorang pria dari Jaba.

Kalaupun mereka menikah, maka si wanita harus melepas Wangsa aslinya. Namun, jika seorang wanita Jaba menikah dengan pria yang berasal dari Tri Wangsa, maka akan diadakan upacara untuk diberikannya hak naik kepada wanita. Wanita yang naik kelas ini disebut Jero.

BACA JUGA:Kenali Gejala Penyakit Rabies, Penyebab Serta Pencegahannya

Hingga kini, sistem penamaan Suku Bali juga menganut sistem Wangsa. Pada awalan nama mereka diberi penanda yang menunjukkan Wangsa mereka dalam strata sosial.

1. Suku Bali Aga

Bali Aga adalah kelompok masyarakat yang telah ada di Pulau Bali sebelum gelombang migrasi masyarakat Kerajaan Majapahit terjadi. Etnis Bali Aga disebut juga sebagai Bali Pegunungan, karena sejumlah masyarakatnya tinggal di pegunungan, tepatnya Desa Trunyan.

Ada anggapan bahwa kelompok Bali Aga yang tinggal di Desa Trunyan adalah orang gunung yang bodoh, karena mereka memilih tempat tinggal di pedalaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: