Konflik Lahan ke Dewan, Ternyata Bandaratu dan Ujung Padang Tidak Berbatasan Dengan SP7

Kamis 24-07-2025,07:00 WIB
Reporter : Amris
Editor : Amris

Problemnya, kebanyakan terutama untuk lahan usaha 2, itu hanya sertfikat, posisi lahannya tidak jelas titik kordinatnya dimana. Ini menjadi masalah hampir se-Indonesia yang ada program transmigrasi.

"Hampir semua transmigrasi persoalannya sama, hanya diberi sertifikat tapi titiknya tidak dijelaskan. Ini memang perlu diluruskan oleh pemerintah daerah, itu tidak sulit, karena ada peta wilayahnya yang bisa dicek," paparnya.

Alfian anggota DPRD Mukomuko yang juga mantan Kades Pelokan, mengakui jika masalah perbatasan antara Ujung Padang dengan SP7 itu tidak nyambung, karena dua desa ini dulunya tidak berbatasan. 

Yang berbatasan dari dulunya adalah Ujung Padang dengan Pelokan dan Pasar Sebelah. Soal lahan transmigrasi yang diberikan pemerintah, menurutnya tetap di wilayah peta SP7.

"Lahan persawahan yang ada sekarang itulah wilayah sesuai dengan sertifikat yang diberikan. Namun dulu banyak warga yang menjualnya karena tidak mampu menggarapnya, termasuk saya pernah ditawar beberapa sertifikat. Sebab diawal tenaga kerjanya belum cukup, umumnya warga trans datang membawa anak-anak masih kecil," paparnya.

Kades Rawa Mulya, Nodo saat diminta pendapatnya, mengatakan harapannya terkait persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik dan clear. Warga SP7 tidak ingin ada konflik yang membesar, sebab mereka warga transmigrasi sudah menjadi warga Kabupaten Mukomuko, bukan warga luar lagi. 

Kedatangan mereka ke Mukomuko awalnya bukan keinginan sendiri atau datang begitu saja, tapi didatangkan pemerintah lewat program transmigrasi.

"Maka kita berharap dewan dan pemerintah bisa menengahi sampai selesai, bagi kami dari SP7, Desa Ujung Padang, Pasar Sebelum maupun Pelokan itu kakak dan saudara," tuturnya.

Tokoh Pemuda Bandaratu, Weri Tri Khusumawa juga berharap masalah ini bisa segera diclearkan. Sebab menurutnya, jika dibiarkan berlarut-larut akan terjadi bentrok fisik di lahan tersebut.

Ia juga menyayangkan pihak oknum yang menguasai lahan ini membawa anak-anak dan wanita ke lokasi sehingga sangat membahayakan dan itu pelanggaran terhadap UU perlindungan anak.

"Yakinlah, kalau tidak diselesaikan segera akan ada konflik fisik di sana. Ini tidak bisa dibiarkan. Oknum yang menguasai lahan membawa anak-anak itu pelanggaran UU perlindungan anak, bisa dipenjara," tegasnya.

Ketua Komisi I Armansyah,ST mengatakan hasil dari dengar pendapat ini sudah dirangkum, persoalannya mulai ada kejelasan, maka selanjutnya dewan akan mendorong penyelesaiannya secara tuntas, jangan lagi ada konflik kemudian hari.*

Kategori :