Ia menegaskan bahwa proses hukum pidana harus berlandaskan pada kebenaran materil, bukan sekadar berkas administrasi.
"Pidana itu harus mencari kebenaran materiil. Kalau saksinya korban itu anak-anak maka dia itu bukan saksi, gugur itu saksi." tegasnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI M Esti Wijayati ikut menyoroti perlindungan terhadap guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara yang dilaporkan atas tuduhan penganiayaan terhadap anak didiknya, MC (8 tahun).
Untuk diketahui bahwa profesi guru mendapatkan perlindungan dari kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakukan tidak adil.
Tertuang dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, guru mendapatkan perlindungan tersebut dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan pihak lain yang terkait dengan tugas pendidik dan tenaga kependidikan.
BACA JUGA:3 Zodiak yang Paling Suka Berbohong Demi Kepentingan Pribadi
BACA JUGA:5 Tanaman Pengusir Cicak, Cocok Dijadikan Tanaman Hias di Rumah
"Profesi guru kelas memiliki perlindungan saat dirinya melakukan proses belajar mengajar. Namun kasus Supriyani menunjukkan intervensi orang tua serta intimidasi yang dapat mengancam keamanan guru dalam menjalankan perannya," ujar Esti dalam keterangannya, 25 Oktober 2024.
Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo menduga jika guru honorer Supriyani telah menjadi korban kriminalisasi.
Ia menjelaskan jika sebenarnya kepala desa ingin berdamai. Tetapi, nyatanya Supriyani harus membayar uang Rp50 juta dan mundur sebagai guru.
"Jadi kepala desanya itu mendamaikan kasus ini dengan harapan dua hal, pertama dia (Supriyani) harus membayar uang Rp50 juta, kedua dia harus mundur sebagai guru. Ini ada apa, dia dikriminalisasi," kata Abdul Halim.*