Sementara itu, pasukan Belanda menyerang rumah orang Tionghoa dengan meriam. Kekerasan ini dengan cepat menyebar di seluruh kota Batavia sehingga lebih banyak orang Tionghoa dibunuh.
Meski Valckenier mengumumkan bahwa ada pengampunan untuk orang Tionghoa pada tanggal 11 Oktober, kelompok pasukan tetap terus memburu dan membunuh orang Tionghoa hingga tanggal 22 Oktober, saat Valckenier dengan tegas menyatakan bahwa pembunuhan harus dihentikan.
Di luar batas kota, pasukan Belanda terus bertempur dengan buruh pabrik gula yang berbuat rusuh. Setelah beberapa minggu penuh pertempuran kecil, pasukan Belanda menyerang markas Tionghoa di berbagai pabrik gula. Orang Tionghoa yang selamat mengungsi ke Bekasi.
Diperkirakan bahwa lebih dari 10.000 orang keturunan Tionghoa dibantai. Jumlah orang yang selamat tidak pasti,ada dugaan dari 600 sampai 3.000 yang selamat.
Pada tahun berikutnya, terjadi berbagai pembantaian di seluruh pulau Jawa. Hal ini memicu suatu perang selama dua tahun, dengan tentara gabungan Tionghoa dan Jawa melawan pasukan Belanda.
Setelah itu, Valckenier dipanggil kembali ke Belanda dan dituntut atas keterlibatannya dalam pembantaian ini.
Gustaaf Willem van Imhoff menggantikannya sebagai gubernur jenderal.
Hingga zaman modern, pembantaian ini kerap ditemukan dalam sastra Belanda.*