RMONLINE.ID - Selokan Mataram sepanjang 30,8 kilometer, merupakan kanal irigasi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga kini masih berperan penting dalam pengairan sawah petani.
Selokan Mataram dulu dikenal dengan nama Kanal Yoshiro dan mulai dioperasikan pada tahun 1944.
Pada saat dibangun, Jepang tengah menggalakkan romusha di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber daya alam maupun untuk membangun sarana dan prasarana guna mendukung upaya perang Jepang melawan Sekutu di Pasifik.
BACA JUGA:6 Pendekar Wanita Indonesia Yang Dikenal Tangguh Lawan Penjajah di Medan Perang
BACA JUGA:Era Penjajahan Jepang, Masa Kelam Wanita Indonesia, Dijadikan Jugun Ianfu
Namun Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX memikirkan cara untuk menghindarkan warga Yogyakarta dari romusha atau kerjapaksa.
Sultan lalu melaporkan kepada Jepang bahwa Yogyakarta adalah daerah yang minus dan kering, serta hasil buminya hanya berupa singkong dan gaplek.
Sultan pun mengusulkan kepada Jepang agar warga Yogyakarta diperintah untuk membangun sebuah kanal irigasi guna menghubungkan Sungai Progo di sisi barat dan Sungai Opak di sisi timur.
Dengan kanal irigasi tersebut, lahan pertanian di Yogyakarta yang saat itu kebanyakan masih berupa lahan tadah hujan, diharapkan dapat diairi pada musim kemarau, sehingga dapat ditanami padi dan dapat memenuhi kebutuhan pangan dari warga Yogyakarta maupun pasukan Jepang.
Usul Sultan tersebut kemudian disetujui oleh Jepang, sehingga warga Yogyakarta tidak perlu mengikuti romusha, karena difokuskan untuk membangun sebuah kanal irigasi yang kemudian dikenal dengan nama Kanal Yoshiro dan kini dikenal dengan nama Selokan Mataram
BACA JUGA:Cerita Nasib Malang Wanita Indonesia Menjadi Jugun Ianfu Dimasa Masa Penjajahan Jepang
Merujuk dari kanal Pemerintah daerah Istimewa Yogyakarta jogjaprov.go.id, sejarawan UGM, Sri Margono mengatakan cagar budaya Selokan Mataram memiliki sejarah yang sangat panjang dan penting sekali dalam sejarah Indonesia khususnya DIY.
Ide dari pembuatan dari kanal tersebut datang dari Sultan HB IX pada masa pendudukan Jepang dengan propaganda romusha yang juga dikenakan pada seluruh rakyat Yogyakarta.
Oleh karena itu, Sultan HB IX mencoba berdiplomasi agar rakyatnya tidak terlibat didalamnya, salah satu dalihnya untuk persiapan perang itu diperlukan semacam logistik atau bahan pangan yang melimpah agar rakyat tidak kelaparan.