Salah satu anggota rombongan yang turut menyertai Sukarno ialah D.N. Aidit, pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) –musuh ideologi AS dalam Perang Dingin. Ketidakpekaan Sukarno atas kehadiran Aidit inilah yang menjadi persoalan bagi Eisenhower. “Kelancangan” Sukarno dibalas Eisenhower dengan “menyetrap” rombongan Indonesia di ruang tunggu.
“Salahnya bukan Presiden Eisenhower, salahnya pada Sukarno,” kata Jones dalam memoarnya Indonesia The Possible Dreams, “Sukarno yang selalu nakal itu telah membawa dia (Aidit) serta ke Gedung Putih.”
Di sisi lain, keberadaan Aidit di Gedung Putih mencatatkan dirinya sebagai orang komunis Indonesia pertama yang diizinkan masuk ke AS. Bahkan, Aidit boleh jadi orang komunis Indonesia satu-satunya yang pernah menyalami presiden AS. Semua itu bisa terjadi karena ulah Sukarno.
Saat itu, kunjungan Soekarno di AS tak hanya untuk pertemuan dengan Eisenhower saja. Dia juga diberikan kesempatan untuk berpidato di Kongres AS pada 17 Mei 1956.
Selama 45 menit, Soekarno berkisah tentang revolusi AS yang melawan jerat kolonialisme Inggris, dan menularkan semangat perjuangan negara lain
New York Times ketika itu menyoroti "Bahasa Inggris (Soekarno) yang jernih dan penuh semangat". Soekarno juga menyampaikan terima kasihnya atas bantuan AS kepada Indonesia selama ini.
Dia juga menyebut Konferesi Asia-Afrika sebagai pertanda penolakan bangsa-bansa Asia-Afrika terhadap kolonialisme.
"Di dunia ini sebenarnya tak ada kelompok orang yang lebih malas mendengarkan pidato daripada Kongres Amerika. Namun setelah orang itu (Bung Karno) selesai pidato, secara spontan mereka berdiri dan bertepuk tangan karena merasa kagum akan pidatonya," ucap Asisten Menlu AS Walter Robertson. Tepuk tangan mengakhiri pidato Soekarno di Kongres AS.*