Memasuki dini hari, sejak pukul 4 pagi, 9 Desember 1947, Rawagede sudah terkepung oleh tentara Belanda dalam posisi siap tempur.
Saksi mata menyatakan, pasukan Belanda sebanyak 300-an orang merangsek ke Desa Rawagede. Dalih mereka adalah untuk meringkus Kustaryo yang ternyata sudah meloloskan diri.
BACA JUGA:Simak Kiprah Pesantren selain Pusat Pendidikan Islam, Juga Basis Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Tidak menemukan sosok yang mereka cari, tentara Belanda menyuruh semua laki-laki, termasuk remaja belasan tahun, keluar serta berjejer di lapangan terbuka.
Semua penduduk sepakat tutup mulut, mereka tidak memberi tahu di mana para pejuang dan Lukas Kustaryo berada.
Tentara Belanda makin murka dan benci kepada penduduk atas jawaban tersebut. Untuk melampiaskan kebenciannya, akhirnya penduduk ditembak dengan sadis.
Satu per satu disuruh baris kemudian setelah berkumpul sekitar 10-15 orang ditembaki oleh militer Belanda.
Selain mencari laki-laki dewasa, tentara Belanda pun membakar rumah penduduk jika menemukan lambang-lambang Republik atau simbol-simbol dari badan kelasykaran.
Rumah-rumah yang dibakar antara lain milik Lurah Suminta, Iyob Armada, Gouw Kim Wat (keturunan Cina), dan beberapa rumah lainnya. Selain masuk ke rumah-rumah penduduk, juga mencari ke kandang-kandang domba, semak/belukar, tepi-tepi sungai sambil membawa anjing pelacak.
Dengan menggunakan anjing pelacak, banyak penduduk yang sedang bersembunyi tertangkap dan langsung dibawa ke tempat yang agak luas untuk kemudian dieksekusi dengan kejam. Ada juga yang langsung ditembak di tempat.
Tentara yang dikerahkan dalam aksi pembantaian berjumlah sekitar 300 orang diperkirakan serdadu mantan algojo-algojo yang telah membantai rakyat di Sulawesi Selatan dan ditempatkan di wilayah Cikampek dan Karawang.
Mereka sangat kejam, ganas, dan tidak berperikemanusiaan. Nyawa manusia diibaratkan seperti nyawa binatang yang tidak ada artinya bagi mereka.
Walaupun Desa Rawagede telah hancur, namun pihak Belanda masih kurang puas, karena sebagian pejuang terutama Lukas Kustaryo tidak berhasil dibunuh.
Untuk mencari terus para pejuang dan Lukas Kustaryo, pihak Belanda mendatangkan lagi pasukannya sebanyak 9 truk.
Dalam operasinya tentara Belanda mendapat bantuan dari orang-orang pribumi yang menjadi pengkhianat bangsa, dengan cara menunjukkan tempat-tempat persembunyian warga desa dan para pejuang, sehingga operasi ini berjalan dengan cepat.