Pengadilan Tinggi Singapura pada 15 Agustus 1950 menyatakan, Westerling yang masih memegang kewarganegaraan Belanda, tak bisa diekstradisi ke Indonesia, melainkan mereka akan menyerahkannya ke pengadilan di Belanda.
Mendengar kabar itu, pemerintah Indonesia belum patah arang untuk minta pemerintah Belanda mengekstradisinya ke Indonesia, pada 12 Mei 63 tahun silam (1952).
Sebuah permintaan kembali kandas dan tak dikabulkan Mahkamah Agung Belanda. Westerling sendiri diseret ke pengadilan, tapi justru dibebaskan sehari setelahnya.
Terlepas dari rekam jejaknya sebagai penjagal di Sulawesi dan Bandung (Pembantaian APRA - Angkatan Perang Ratu Adil), Westerling dianggap pahlawan oleh sejumlah orang Belanda.
BACA JUGA:Princess Mulan Indonesia, Pendekar Wanita Melawan Belanda Yang Akhirnya Hidup Menyedihkan
Raymond Westerling lahir di Istanbul, Turki pada 31 Agustus 1919 dari ayah Belanda dan ibu Yunani. Ia memiliki julukan "si Turki" karena asal kelahirannya.
Westerling masuk dinas militer pada tahun 1941 di Kanada dan kemudian pindah ke Inggris.
Ia mendapat pelatihan khusus sebagai komando di Skotlandia dan menjadi instruktur untuk teknik perkelahian tangan kosong dan pembunuhan diam-diam.
Westerling juga menjalani pelatihan hutan di Ceylon dan menjadi agen rahasia untuk operasi di Belanda yang diduduki Nazi.
Pada tahun 1946, Westerling dikirim ke Indonesia sebagai komandan Depot Speciale Troepen (DST).
Sebuah pasukan khusus yang bertugas melakukan operasi kontra gerilya melawan pejuang Indonesia.*